Jakarta (ANTARA) - Suara takbir menggema di seluruh pelosok negeri. Umat Islam melanjutkannya dengan melaksanakan shalat Idul Fitri seperti ditetapkan pemerintah, pada Sabtu (22/4) pagi.

Sehari sebelumnya, Jumat (21/4), sebagian umat Islam ada yang telah melaksanakan shalat Idul Fitri sesuai dengan perhitungan mereka.

Perbedaan waktu itu diharapkan tidak mengurangi makna dan perayaan Hari Kemenangan setelah sebulan penuh, umat Islam menjalani puasa Ramadhan.

Wakil Presiden Ma’ruf Amin berpesan agar perayaan Idul Fitri dilaksanakan dengan khidmat, dengan tetap menjaga ketertiban, persaudaraan dan persatuan.

“Sejauh mana puasa kita telah berdampak pada perubahan sikap dan perilaku. Apakah menjadi lebih baik dibandingkan sebelum bulan Ramadhan,” kata Wapres.

Selama bulan Ramadan kita kiai Ma'ruf, umat islam telah banyak melaksanakan berbagai ibadah dan amal sosial.

Ibadah selama bulan puasa, diharapkan dapat melatih diri untuk menahan nafsu, menahan haus dan lapar supaya berempati dan peduli kepada fakir dan miskin.

Semangat bulan suci Ramadhan tersebut seharusnya dapat dilanjutkan setelah berakhirnya bulan Ramadhan, dalam rangka meningkatkan ketakwaan, amal sosial dan pengabdian kepada agama, bangsa dan negara.

Wakil Presiden Ma’ruf Amin di hari raya Idul Fitri juga berpesan agar masyarakat menghindarkan diri dari sikap berlebihan serta hal-hal yang dapat memantik permusuhan dan pertentangan.

Masyarakat yang melakukan mudik ke kampung halaman untuk senantiasa memperhatikan keselamatan diri dan orang lain, serta bisa memanfaatkan waktu berkumpul dengan keluarga guna semakin mempererat hubungan silaturahim dan kekeluargaan.

Perbedaan dalam menentukan 1 Syawal oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah , Haedar Nashir, merupakan penguat toleransi di Indonesia.

Dia bahkan mengapresiasi Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang dinilai mampu mengayomi umat Islam yang berbeda dalam menentukan 1 Syawal 1444 Hijriah/2023 Masehi.

"Kami beri apresiasi tinggi dimana menunjukkan toleransi yang baik. Itulah yang semestinya dilakukan oleh pemerintah," ujar Haedar.

Bahkan, pemerintah telah memberikan peluang bagi komponen umat Islam yang berbeda dalam merayakan Lebaran untuk ikut menggunakan fasilitas publik.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung, Bambang Qomaruzzaman, mengatakan Idul Fitri melahirkan kemenangan yang ditandai dengan munculnya tiga kualitas diri, yakni pribadi yang menahan amarah, pribadi yang pemaaf, dan pribadi yang berbuat kebaikan.

Ketiga kualitas diri tersebut dibutuhkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Apabila suatu negara dipenuhi dengan kepribadian tersebut, maka akan tercipta kerukunan antarmasyarakat.

Lebih dari itu, Idul Fitri juga menjadi momentum untuk mempererat tali persaudaraan dan solidaritas. Tidak hanya sesama umat Islam, tetapi juga dengan masyarakat pemeluk agama lain.

Dalam mewujudkan Idul Fitri sebagai pengukuhan insan fitri yang suci dari intoleransi dan ekstremisme tersebut, Bambang berharap adanya dukungan dari berbagai pihak. Khususnya, para pemimpin agama, tokoh masyarakat, dan pemerintah dalam mempromosikan toleransi di masyarakat.

Semangat toleransi dibuktikan pula dalam perayaan malam takbiran oleh Ketua MPR RI Bambang Soesatyo bersama para tokoh lintas agama di Bali, Jumat malam.

Merayakan Hari Kemenangan, bukan hanya untuk umat Islam saja, tetapi dengan saudara sebangsa dari berbagai pemeluk agama lainnya, untuk merajut persaudaraan dalam bingkai kemanusiaan dan kebangsaan.

Dalam kegiatan itu, hadir Pendeta Gilbert Lumoindong dan Panglingsir Puri Ageng Blahbatuh Anak Agung Ngurah Alit Kakarsana.

Bahkan para pemuka agama hindu dari Puri Ageng Blahbatuh, Gianyar membawakan meriam bambu dan beduk, untuk mengiringi gema takbir yang dikumdangkan para santri dari Ikatan Motor Indonesia (IMI) Bali.

"Bangsa yang rendah hati, adalah bangsa yang selalu menjalin silaturahmi. Merawat persatuan bangsa dengan cara memelihara kerukunan sesama warga bangsa," kata Bambang Soesatyo menegaskan.

Upaya memperbaiki diri

Perayaan Hari Kemenangan bukan hanya dilakukan untuk umat Islam yang menghirup udara bebas, tapi mereka yang sedang menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan (Lapas) turut serta menikmati indahnya momentum Hari Raya Idul Fitri.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan HAM melaporkan 146.260 dari total 196.371 narapidana beragama Islam di Indonesia menerima Remisi Khusus (RK) Idul Fitri 1444 Hijriah.

Dari jumlah tersebut, 145.599 di antaranya menerima RK I, yaitu masih harus menjalani sisa pidana setelah menerima pengurangan masa pidana sebagian. Sementara 661 lainnya menerima RK II atau langsung bebas.

Juru bicara Ditjenpas Rika Aprianti mengatakan pemberian remisi khusus Idul Fitri ini merefleksikan hari raya sebagai kemenangan atas perjuangan melawan hawa nafsu. Kemenangan ini juga berlaku bagi narapidana yang dengan serius terus bertaubat dan memperbaiki diri.

Pemberian remisi merupakan reward atau penghargaan negara kepada narapidana yang selalu berusaha berbuat baik, memperbaiki diri, dan menjadi masyarakat yang berguna.

"Kami berharap remisi yang diberikan hari ini dapat memotivasi warga binaan untuk terus memperbaiki diri dan menghindari perbuatan yang melanggar hukum," ucapnya.

Guru Besar Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung Bambang Qomaruzzaman menambahkan, Idul Fitri merupakan proses spiritual untuk kembali terlahir menjadi insan fitri yang suci dan bebas dari kebencian, intoleransi, dan ekstremisme.

Idul Fitri sebagai momentum back to the ground. Artinya, hari raya adalah waktu yang tepat untuk menyadari kelemahan masing-masing diri dan menginsafi kekuatan hidup bersama.

Di hari yang fitri, diharapkan muncul pribadi yang memenangkan perjuangan melawan hawa nafsu. Kemenangan itu ditandai dengan munculnya pribadi taqwa, orang-orang yang menahan amarahnya, memaafkan kesalahan orang, dan pribadi yang berbuat ihsan (muhsinin) seperti dikemukakan dalam Surah Ali Imran: 134.

Upaya memperbaiki diri juga diingatkan kembali oleh Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin, agar seluruh jajarannya yang merayakan Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriah/2023 di kampung halaman untuk tidak melakukan perbuatan pamer.

“Saya titip pesan agar jangan pamer atau flexing selama di kampung halaman. Bangun kepekaan sosial dan empati di masyarakat,” pesannya.

Akhirnya di Hari Kemenangan 1 Syawal 1444 Hijriah ini seluruh umat Islam di penjuru dunia berharap agar diterima amal ibadahnya, mendapatkan ampunan segala dosa, dan kembali menjadi fitrah (suci) seperti ketika dilahirkan.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2023