Pertamina meraih laba bersih 3,8 miliar dolar AS yang merupakan terbesar sepanjang sejarah.

Jakarta (ANTARA) - Pengamat ekonomi Universitas Pasundan Bandung Acuviarta Kartabi memaparkan sejumlah faktor penyebab keberhasilan Pertamina menunjukkan kinerja positif perusahaan pada 2022 di tengah ketidakpastian global.

Sepanjang 2022, PT Pertamina (Persero) menunjukkan kinerja positif yang ditandai dengan raihan laba bersih 3,8 miliar dolar AS atau Rp56,6 triliun atau meningkat 86 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

"Di tengah berbagai ketidakpastian, BUMN energi tersebut meraih laba bersih 3,8 miliar dolar AS yang merupakan terbesar sepanjang sejarah," katanya dalam keterangannya, di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, laba bersih terbesar sepanjang sejarah itu, antara lain karena strategi efisiensi yang dilakukan Pertamina. Selain itu, korporasi juga menerapkan strategi nilai lindung (hedging) di tengah nilai tukar yang dinamis.

Selain perolehan laba bersih yang tinggi, katanya pula, Pertamina Group juga berkontribusi terhadap penerimaan negara sebesar Rp307,2 triliun, yang terdiri atas pajak, dividen, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), minyak mentah dan/atau kondensat bagian negara, dan signature bonus.

Jumlah setoran ke negara tersebut meningkat 83 persen dibandingkan 2021. Khusus setoran pajak, pada 2022 Pertamina juga membayarkan pajak Rp219,06 triliun atau meningkat 88 persen dibandingkan 2021.

Dia menyatakan pula, kinerja positif tersebut diraih di tengah berbagai ketidakpastian, di antaranya kondisi geopolitik akibat invasi Rusia ke Ukraina, volatilitas harga minyak, dan dinamisnya nilai tukar rupiah.

Oleh karena itu dukungan pemerintah juga tak bisa dikesampingkan. Melalui Kementerian Keuangan, pemerintah melakukan perubahan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 159/2022, sehingga dana kompensasi bisa cair lebih cepat. Kondisi tersebut, katanya lagi, sangat membantu kapital Pertamina pada setiap lini bisnisnya.

“Makanya, kita apresiasi. Ini kinerja Pertamina yang bagus. Dari pertumbuhan laba, kemudian kinerja masing-masing lini bisnis menunjukkan tren positif di tengah beragam ketidakpastian pada 2022,” kata dia.

Untuk itu, Acuviarta optimistis, pada 2023 Pertamina mampu mempertahankan atau bahkan meningkatkan kinerja, dengan catatan, menjadikan keberhasilan saat ini sebagai momentum untuk melakukan transformasi secara konsisten, terutama penguatan di berbagai lini bisnis.

Apalagi, ujarnya, bahwa pada 2023 nilai tukar rupiah relatif stabil. Bahkan dalam dua minggu terakhir, juga terjadi penguatan nilai tukar.

“Terlebih, juga diharapkan ada kestabilan harga minyak dunia. Dibarengi dengan strategi efisiensi Pertamina, antara lain dalam memperkuat lini distribusi migas dan juga pengelolaan geothermal, diharapkan kinerja positif Pertamina terus meningkat pada 2023," ujarnya lagi.

Pengamat migas Inas Nasrullah Zubir juga menilai positif. “Ini adalah raihan laba bersih terbesar sepanjang sejarah. Kita patut memberikan apresiasi kepada kinerja jajaran Direksi Pertamina terutama Dirut Ibu Nicke Widyawati atas prestasi tersebut,” ujar Inas melalui telepon.

Menurut Inas, capaian laba yang lebih tinggi 86 persen dibandingkan 2021, merupakan bukti bahwa selepas pandemi COVID-19, Pertamina mampu meningkatkan kinerja bisnisnya.

Hal itu antara lain dilakukan, dengan berbagai upaya efisiensi operasional, baik pada sisi upstream maupun downstream, di tengah volatilitas harga minyak dan dinamisnya nilai tukar rupiah.

“Pertamina juga terus menunjuKkan kontribusi nyata yang tidak tanggung-tanggung untuk pembangunan Indonesia, dimana menjadi penyetor pajak terbesar pada 2022, yakni sebesar Rp219,06 triliun atau meningkat 88 persen," katanya pula.
Baca juga: Pertamina raih laba bersih Rp56 triliun pada 2022
Baca juga: Pakar ekonomi: Patut diapresiasi Pertamina cetak laba Rp56,6 triliun

Pewarta: Subagyo
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023