"Akibat gempa bumi, rumah warga banyak yang roboh dan hancur, rusak berat, dan rusak ringan, sehingga perlu segera direhabilitasi rumahnya. Untuk rehabilitasi tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit, dan kami sangat senang jika ada pihak asing
Yogyakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan mulai sekarang pemerintah memutuskan tidak ada lagi tambahan tenaga medis dari luar negeri untuk membantu menangani pasien korban gempa di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah (Jateng). "Saat ini tenaga medis yang ada, baik dari dalam negeri maupun bantuan luar negeri telah mencukupi, karena jumlah pasien korban gempa yang dirawat di rumah sakit dan rumah sakit lapangan semakin menurun," katanya usai Rapat Koordinasi Bakornas, Satkorlak dan Satlak Penanggulangan Bencana dan Pengungsi Korban Gempa Bumi di DIY dan Jateng, di Istana Negara Gedung Agung Yogyakarta, Kamis malam. Dalam konteks itu, menurut dia, tenaga medis asing yang kini telah berada di lokasi bencana dan bekerja di sejumlah rumah sakit lapangan untuk membantu penanganan pasien korban gempa, tidak ditarik dan tetap menjalankan tugasnya masing-masing. "Namun, mulai saat ini pemerintah tidak akan menerima tambahan tenaga medis dari luar negeri, karena telah memutuskan tidak menambah jumlah tenaga medis asing untuk penanganan korban gempa di DIY dan Jateng," ujar Jusuf Kalla yang juga Ketua Bakornas itu. Oleh karena itu, menurut dia, jika ada pihak asing yang ingin membantu korban bencana gempa bumi di DIY dan Jateng, sebaiknya tidak dalam bentuk tenaga medis atau rumah sakit lapangan, tetapi berupa biaya rehabilitasi perumahan rakyat, karena saat ini rumah merupakan kebutuhan yang sangat mendesak bagi pengungsi. "Akibat gempa bumi, rumah warga banyak yang roboh dan hancur, rusak berat, dan rusak ringan, sehingga perlu segera direhabilitasi rumahnya. Untuk rehabilitasi tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit, dan kami sangat senang jika ada pihak asing yang ikut membantu biaya itu," ujarnya. Ia mengemukakan, untuk rehabilitasi perumahan bagi korban atau pengungsi, pemerintah telah menganggarkan dana bantuan untuk setiap rumah berkisar Rp10 juta hingga Rp30 juta, tergantung kerusakannya. Untuk rumah yang roboh atau hancur, maksimum sebesar Rp30 juta, sedangkan untuk rumah yang rusak ringan dan rusak berat dananya di bawah itu. Sementara untuk pengerjaan rehabilitasi perumahan tersebut akan dilakukan secara gotong royong dan tidak menggunakan jasa kontraktor. Dengan gotong royong, pengerjaanya akan lebih cepat, karena dilakukan warga secara bersama-sama. "Saat ini mulai dilakukan pendataan rumah warga yang terkena gempa bumi. Setelah didata, dua pekan ke depan dimulai pembangunannya secara gotong royong. Upaya itu dilakukan untuk menghidupkan semangat gotong royong sebagai wujud kebersamaan warga," kata dia. Ia mengatakan pembangunan perumahan rakyat itu ditargetkan selesai dalam waktu tiga hingga enam bulan. Persyaratan yang perlu dipenuhi warga untuk rehabilitasi perumahan adalah data yang benar, dan dana yang diperoleh sebagian kecil disisihkan untuk membangun fasilitas lingkungan di komunitas mereka. "Misalnya, warga menerima bantuan rehabilitasi rumah sebesar Rp30 juta, sekitar Rp1 juta hingga Rp2 juta digunakan untuk membangun fasilitas lingkungan seperti MCK di komunitas mereka," ujarnya. Selain itu, untuk mempercepat upaya tanggap darurat, pemerintah juga memberikan bantuan uang lauk pauk sebesar Rp3.000 per orang per hari, uang pakaian Rp100.000 per orang, dan uang alat dapur Rp100.000 per orang, serta beras sebanyak 10 kg per orang per bulan bagi korban bencana. "Asumsinya, jika dalam satu keluarga terdiri lima anggota, mereka akan menerima uang lauk pauk Rp15.000 per hari, uang pakaian dan alat dapur Rp1 juta, serta 50 kg beras," kata dia.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006