Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Dubes RI untuk Malaysia, Roesdihardjo, lebih dari 15 jam dalam kasus pungutan liar yang dilakukan oleh pejabat Konsulat Jenderal (Konjen) RI di Penang, Malaysia. Roesdihardjo tiba di Gedung KPK, Jalan Veteran, Jakarta, Kamis pukul 08.00 WIB dan sampai pukul 23.00 WIB belum juga keluar dari ruang pemeriksaan. Mantan Kapolri itu menjabat Dubes RI untuk Malaysia sejak 2002 hingga sekarang, sedangkan praktik pungutan liar yang dilakukan pejabat Konjen RI di Penang terjadi pada kurun 2004 hingga 2005. Dalam perkara yang sama, KPK telah menahan mantan Kepala Sub Bidang Imigrasi Konjen RI di Penang, Muh. Khusnul Yakin Payopo dan mantan perwakilan Konjen RI di Penang Periode 2004-2005, Erick Hikmat Setiawan. Saat ditahan oleh KPK, Erick mengatakan pungutan tersebut seakan-akan diresmikan melalui Surat Keputusan Dubes RI untuk Malaysia. Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan, Tumpak Hatorangan Panggabean, menjelaskan berdasarkan perkembangan penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi di Konjen RI di Penang, KPK menemukan bukti keterlibatan Erick secara bersama-sama dengan Khusnul melakukan pungutan dengan cara menaikkan tarif pengurusan dokumen keimigrasian terhadap WNI, khususnya TKI yang berada di Penang, Malaysia. "Dari hasil pemeriksaan terhadap yang bersangkutan, dia mengaku turut menikmati hasil pengumpulan dana dari tarif yang ditarik secara berlebih itu sejak 2004 hingga 2005," tutur Tumpak. Dalam pemeriksaan, lanjut Tumpak, Erick mengaku selama 2004 menerima uang yang berasal dari pungutan berlebih sebesar 7.000 ringgit Malaysia atau sekitar Rp17,5 juta per bulan. Sedangkan sepanjang 2005, Erick mengaku menerima uang sebesar 14.000 ringgit Malaysia atau sekitar Rp35 juta per bulan. Uang tersebut, diakui Erick, diterimanya dari mantan Kasubid Imigrasi Konjen RI di Penang, Muhammas Khusnul Yakin Payopo. Menurut Tumpak, Erick mengetahui uang yang diterimanya berasal dari pungutan berlebih terhadap WNI, terutama TKI, yang mengurus dokumen keimigrasian seperti perpanjangan paspor dan pembuatan paspor baru. Erick juga mengetahui adanya dua surat keputusan dari Duta Besar RI untuk Malaysia tentang tarif biaya keimigrasian yang didasarkan oleh PP No 26 Tahun 1999 tentang tarif keimigrasian. Tarif resmi ditentukan melalui SK Dubes RI untuk Malaysia yang mengacu pada PP No 26 Tahun 1999 tentang tarif biaya keimigrasian. Namun, Khusnul dengan diketahui oleh Erick sebagai atasannya, diduga menggandakan SK tersebut untuk menaikkan tarif resmi. "Jumlah yang disetorkan ke pusat sesuai dengan tarif resmi yang ditentukan, tetapi sebenarnya yang ditarik dari para WNI lebih dari yang disetorkan," ujar Tumpak. Dari hasil perbuatannya itu, Tumpak mengatakan Khusnul telah meraup Rp12 miliar yang disimpan di dalam rekening pribadinya. "Uang itu masuk ke rekening yang bersangkutan. Sebagian digunakannya sendiri dan sebagian lagi dibagikan kepada para pejabat di Konjen RI, termasuk mantan Konjen yang hari ini ditetapkan sebagai tersangka," jelasnya. Tumpak mengatakan dari Khusnul KPK telah menyita uang tunai lebih dari Rp1 miliar sebagai hasil pungutan liar. Selain di Jakarta, tim penyidik KPK juga melakukan pemeriksaan di Penang dan telah memeriksa 22 WNI di Malaysia yang menjadi korban. Kasus pungutan liar di Konjen RI di Penang berawal dari laporan Badan Pemberantasan Rasuah (BPR) Malaysia tentang adanya pungutan yang dilakukan pejabat Konjen RI di Penang terhadap WNI yang hendak memperpanjang paspor.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006