Jakarta (ANTARA News) - Mengakhiri tahun 2012 sebagian besar rakyat masih melihat perilaku para penegak hukum belum seperti yang diharapkan, bersih dan berwibawa, bebas dari "intrik" permainan uang dan politik.

Tahun ini orang menyebutnya sebagai tahun naga. Simbol naga, diasumsikan binatang itu dapat memberikan rasa aman dan sejahtera kepada rakyat kebanyakan. Namun yang terjadi justru sebaliknya, suasananya mirip seperti naik "roller coaster" (wahana permainan).

Mahkamah Agung, tiba-tiba memeriksa salah satu anggotanya, hakim agung, Ahmad Yamanie, SH secara insentif atas putusannya yang mengubah dari pidana mati seorang bandar narkoba, Hengky Gunawan menjadi pidana 12 tahun saja.

Sontak seluruh rakyat Indonesia yang melawan kejahatan narkoba atau zat adiktif lainnya, protes keras mendorong lembaga terhormat, Mahkamah Agung memeriksa anggotanya karena diduga, putusannya "berbau uang."

Putusan "berbau uang" itu bagi para pihak tidaklah mengherankan di era reformasi ini. Banyak putusan sebelum disidangkan sudah dapat diprediksi menang kalah, seolah hakim itu sebagai tukang bangunan, ingin membuat bangunan rumah tinggal menyesuikan gambar yang disodorkan oleh pemiliknya.

Kasus narkoba, bukanhanya merusak generasi mudah bangsa ini. Tetapi juga banyak nyawa melayang, sikap brutal dan perekonomian nasional terganngu. Kejahatan narkoba termasuk "extraordinary" atau bahayanya sama dengan teroris. Itulah sebanya, MA akhirnya memecat dengan tidak hormat hakim agung Ahmad Yamanie pada sidang etik yang dilaksanakan bulan silam.

Putusan MA itu masih dinilai cukup ringan oleh sebagian orang. Itulah sebanya, salah seorang anggota Komisi III DPR Muzzamil, pekan lalu meminta agar kasus Yamanii juga dilaporkan kepada kepolisian agar kasus serupa tidak terjadi ulang.

Penegakan hukum di ranah kepolisian, juga tampak ruwet. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan atas tiga orang tersangka kasus dugaan korupsi pengadadan simulator ujian SIM di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri yang konon melibatkan Irjen Pol Djoko Susilo. Dalam penelusuran KPK Djoko terlibat dalam pembuatan putusan atas lelang yang dimenangkan oleh salah satu peserta tender, Bambang Sukotjo.

Kepolisian RI awalnya enggan menyerahkan aparaturnya ke KPK yang diduga terlibat dalam tender alat simulator itu karena sebelum KPK mengendus, pihak kepolisian juga sudah menanganinya.

Polri menetapkan Brigjen Didik Purnomo selaku pejabat pembuat komitmen, Teddy Rusmawan sebagai Ketua Panitia Lelang pengadaan simulator SIM, Sukotjo Bambang dan Budi Susanto dari pihak swasta. Satu orang tersangka lainnya adalah Kompol Legimo yang bertindak sebagai bendahara Korlantas Mabes Polri.

Adapun KPK menetapkan selain empat orang tersangka dalam kasus itu juga terdapat nama Irjen Djoko Susilo, Kepala Korlantas Mabes Polri.

KPK mencoba berani unjuk gigi dengan menjadikan Djoko sebagai tersangka hingga tampak "ribut" antara Polisi dan KPK sama-sama ingin menangani kasus Djoko Susilo. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, akhirnya memisah perseteruan itu dan memerintahkan agar kasus Djoko diserahkan saja ke KPK.

Jenderal aktif ke Djoko Susilo akhirnya ditahan di Guntur, Jakarta Pusat, berakibat penarikan besar-besaran penyidik Polri yang di KPK, lembaga ini nyaris lumpuh karena mayoritas penyidik berasal dari kepolisian. Ini yang mendoronng KPK harus juga punya tim penyidik handal sama dengan para penyidik di kepolisian.

KPK meskipun para penyidiknya ditarik oleh kepolisian untuk pulang "ke kandang", tampaknya masih punya taji yang tajam. Pekan lalu KPK menetapkan Menteri Pemuda dan Olah Raga, Andi Malarangeng sebagai tersangka, sekaligus mencekal adiknya dan pejabat penting di PT Adi Karya.

Andi Mallarangeng ditetapkan sebagai tersangka kasus Hambalang, sehingga masih ditunggu siapa yang menjadi "dalang" dan arsitek kasus ini. KPK tampaknya terus mengajukan uji nyali, siapa lagi yang bakalan tersandung dalamkasus Hambalang di tahun 2013 nanti. Kita tunggu.

Belum lama ini, kasus IM2 yang ditangani Kejaksaan Agung, juga menetapkan direksi IM2 melakukan tindak pidana Korupsi karena diduga merugikan lebih dari Rp2 triliyun sesuai penilaian BPKP. Pejabat mana lagi, dan siapa lagi akan disertet Kejaksaan Agung tahun 2013 masih juga kita tunggu. Yang penting, bukan siapa dan jumlah orangnya, namun kembalikah uang negara yang dikorup itu ?


Hukum jangan tumpul

Hukum di akhir tahun ini, meskipun masyarakat sudah menyaksikan banyak pejabat yang ditahan karena kasusus korupsi miliaran rupiah, masarakat masih saja menilai hukum tumpul untuk orang atas dan tajam untuk orang bawah atau papa. Penegakan hukum seyogianya memang tidak hanya berkutat pada hukum acaranya dan materi dalam KUHP.

Jika aparat hukum dalam menegakkan keadilan hanya berkutat pada hukum acara formal dan material, maka akan banyak korban masyarakat bawah terjerat oleh kasus hukum karena tak dapat membela dan merangkan secara baik dihadapan penyidik apakah jaksa atau polisi.

Kasus sendal jepit, pencurian dua potong piring, dana danya putusan pidana terhadap pencurian dua (2) batang bambu di PN Magelang Jawa Tengah, semestinya tidak terulang lagi jika seorang penegak hukum dalam menangani kasus, mempunyai sikap profesiional dan integritas tinggi.

Masih banyak para penegak hukum dalam menutup tahun ini, belum mampu menyatakan penyelesaian kasus pidana, perdata atau juga kasus tercela lainnya, berkaca pada kearifan lokal dan masyarakat lokal, Sesuai dengan Disertasi Bernard L.

Bernard pada 1970-an pernah menulis dengan nada tanya, masyarakat ARU sampai saat itu tidak mengenal Lembaga Pidana.

Masalah pidana diselesaikan secara adat dan sesuai kearifan lokal.

Oleh karena itu, pantaskan seorang petugas hukum mengadili terdakwa, dimana orang tersebut buta akan hukum ? Inilah perlunya melanjutkan reformasi hukum nasional, agar hukum benar-benar dapat memberikan rasa pasti dan aman tidak seperti sedang menaiki "roller coaster" (wahan permainan)

*Laksanto (Dekan FH Usahid)

Oleh Laksanto Utomo (*) dan Theo Yusuf
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2012