Warga negara Indonesia asal Sumatera Barat, Wiffy Zalina Putri, di Kuala Lumpur, Selasa, mengatakan sudah mulai melihat beberapa rumah di sekitar tempat tinggalnya menyalakan lampu pelita.
“Ini sudah banyak sih orang pasang lampu pelita, karena sudah mau dekat Lebaran,” katanya, yang mengaku tidak mengetahui pasti makna pasti pemasangan lampu tersebut, hanya tahu terpasangnya lampu pelita berarti sudah mendekati Idul Fitri.
Menurut Wiffy yang akrab disapa Fifi itu, memasang lampu pelita yang tebuat dari bambu dan berbahan bakar minyak tanah, lalu menancapkannya di tanah yang menempel dengan pagar rumah menjadi tradisi yang biasa dilakukan sejumlah masyarakat di Malaysia menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Fifi yang hampir menyelesaikan kuliahnya di salah satu universitas di Kuala Lumpur memang tinggal di Malaysia sejak kelas 5 SD. Dirinya mengingat betul tradisi yang dilakukan di rumah saudara-saudaranya di Malaysia, yang membuat lampu pelita dan ditaruh di depan rumah saat Ramadhan.
Kampung Baru dan Keramat merupakan kawasan permukiman masyarakat Melayu terbesar di pusat kota Kuala Lumpur. Tradisi memasang lampu pelita masih dapat ditemui menjelang Lebaran tiba di daerah tersebut.
Biasanya memang rumah tapak yang memasang lampu pelita, kalau apartemen mungkin sudah diganti dengan lampu kerlap-kerlip, ujar dia.
“Kemarin Fifi keliling kampung sini sudah banyak yang pasang (lampu pelita) juga. Sabtu (15/4) kemarin,” kata perempuan yang tinggal di perkampungan Sungai Buloh, Selangor itu.
Tradisi masyarakat Melayu tersebut ternyata tidak hanya dilakukan di Malaysia saja. Masyarakat Melayu di Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau hingga saat ini juga menjalankan tradisi yang sama, memasang lampu pelita di sekeliling rumah dan puncaknya dilakukan pada malam ke-27 Ramadhan.
Salah seorang warga asli Lingga, Rumawi, mengatakan warga Lingga biasanya memenuhi gerbang rumahnya dengan lampu pelita, bahkan mereka memasangnya sampai ke pinggir jalan.
“Kalau di rumah-rumah biasanya orang pasang lampu pelita tuh minimal tujuh lampu kalau malam ke-27 ini. Kalau di Lingga dibilang malam 27 ni malam 7 Liko,” ujar Rumawi yang biasa disapa Mawi.
Baca juga: Tradisi Bazar Ramadhan hingga buka puasa bersama dinanti di Malaysia
“Insya Allah masih terjaga sampai sekarang,” kata Mawi saat ditanya apakah tradisi tersebut memang masih dijalankan di Lingga.
Menurut Mawi, warga biasanya membuat lampu pelita dari bambu atau kaleng bekas susu atau minuman. Lalu menggunakan minyak tanah untuk menyalakannya.
“Lampu biasanya dinyalakan sampai malam takbiran. Tapi ada juga yang hanya sampai malam 27 saja,” jelas dia.
Tradisi menyalakan lampu pelita yang dilakukan oleh masyarakat Lingga di Indonesia maupun masyarakat di Malaysia menjadi salah satu simbol persamaan tradisi yang dijalankan masyarakat ASEAN, khususnya saat bulan suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.
Cara itu juga diharap dapat menjadi penyemangat bersama untuk mewujudkan ASEAN sebagai pusat pertumbuhan dunia sebagaimana tema Keketuaan ASEAN Indonesia 2023, "ASEAN Matters: Epicentrum of Growth".
Baca juga: Sate hingga soto jadi kegemaran bersama di Semenanjung
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Bayu Prasetyo
Copyright © ANTARA 2023