Kebijakan bank sentral tidak hanya bertumpu pada kebijakan suku bunga, melainkan juga dapat menggunakan perangkat kebijakan lainnya seperti intervensi nilai tukar, capital flow management, dan kebijakan makroprudensial
Jakarta (ANTARA) - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menekankan pentingnya menerapkan bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta mendukung pemulihan pertumbuhan.
"Kebijakan bank sentral tidak hanya bertumpu pada kebijakan suku bunga, melainkan juga dapat menggunakan perangkat kebijakan lainnya seperti intervensi nilai tukar, capital flow management, dan kebijakan makroprudensial (bauran kebijakan)," kata Perry dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Senin.
Hal tersebut disampaikan Perry dalam Pertemuan Musim Semi International Monetary Fund dan World Bank (IMF-World Bank), termasuk di dalamnya pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara G20 yang diselenggarakan pada 10-15 April 2023 di Washington DC Amerika Serikat.
Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Gubernur BI Perry Warjiyo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Gubernur BI menyambut baik perkembangan diskusi dan pekerjaan terkait Integrated Policy Framework (IPF) dari IMF maupun Macro-Financial Stability Framework (MFSF) dari Bank for International Settlements (BIS).
Selain itu, Bank Indonesia mendorong pemanfaatan digitalisasi di bidang sistem pembayaran melalui pengembangan Cross Border Payment (CBP).
Dalam hal ini, Perry menyampaikan langkah Indonesia yang sejak tahun lalu mempelopori penandatanganan Regional Payment Connectivity (RPC) dengan lima negara ASEAN sebagai bentuk konkrit dari kerja sama internasional untuk mendukung pemulihan pertumbuhan ekonomi.
Dalam Pertemuan Musim Semi IMF-World Bank, beberapa hal mengemuka, di antaranya pertumbuhan ekonomi kawasan ASEAN diproyeksikan mencapai 4,4 persen pada 2023, relatif lebih baik dibanding proyeksi pertumbuhan global sebesar 2,8 persen.
Indonesia, Vietnam dan Filipina masing-masing diproyeksikan tumbuh 5 persen, 5,8 persen, dan 6 persen pada 2023.
Sementara itu, pemulihan perekonomian global masih disertai berbagai tantangan, mencakup tekanan inflasi yang tetap tinggi, kerentanan pada sektor perbankan dan kekhawatiran penyebaran pada sektor keuangan secara lebih luas, serta dampak dari perang di Ukraina yang terus berlanjut dengan tekanan geopolitik yang masih tinggi.
Dengan perkembangan dan prospek perekonomian global yang semakin kompleks, para menteri keuangan dan gubernur bank sentral menyepakati Global Policy Agenda di mana pembuat kebijakan perlu fokus pada upaya menjaga stabilitas perekonomian, membantu negara dalam kelompok rentan, dan memastikan tercapainya kesejahteraan.
IMF mendorong respons kebijakan dengan immediate impact yaitu penurunan tingkat inflasi dan pengelolaan ekspektasi inflasi dengan komunikasi kebijakan yang jelas, pemantauan risiko stabilitas sistem keuangan, penguatan pengawasan, pengelolaan pergerakan nilai tukar, normalisasi kebijakan fiskal, penyediaan bantuan bagi kelompok rentan, serta peningkatan ketahanan pangan.
Kebijakan jangka menengah meliputi antara lain pemulihan keberlanjutan fiskal, reformasi struktural untuk meningkatkan pasokan, serta mitigasi risiko pandemi.
Sedangkan kebijakan jangka panjang meliputi penguatan kerja sama multilateral, penguatan stabilitas International Monetary System, pengentasan isu sektor kesehatan, serta percepatan upaya menuju ekonomi hijau, digital dan inklusif.
Baca juga: BI: Penyaluran kredit baru terindikasi meningkat pada Maret 2023
Baca juga: Agus Martowardojo: Bauran kebijakan di tengah pelemahan ekonomi global
Baca juga: Gubernur BI: Bauran kebijakan jadi kunci pertumbuhan ekonomi RI
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023