OTT itu bukan sekedar layanan nilai tambah (VAS). Tetapi lebih dari itu OTT merupakan suatu peluang bisnis yang bertumpu pada pelanggan operator seluler,"

Jakarta (ANTARA News) - Operator telekomunikasi menilai keberadaan Over The Top (OTT) seperti Google, Microsoft, Apple, Yahoo, Facebook, dan Research In Motion bukan merupakan ancaman bagi industri, akan tetapi sebagai mitra yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatannya.

"OTT itu bukan sekedar layanan nilai tambah (VAS). Tetapi lebih dari itu OTT merupakan suatu peluang bisnis yang bertumpu pada pelanggan operator seluler," kata Direktur Sales PT Axis Telecom Syakieb A Sungkar, dalam Diskusi Akhir Tahun 2012 bertajuk "OTT, Friend or Foe?", di Jakarta, Selasa.

Menurut Syakib, sinergi antara OTT dan operator telekomunikasi menjadi sangat penting karena saling mengisi.

"Sinergi bisa merupakan kombinasi antara `revenue sharing, retention program, co-branding dan up-lift brand`, ujar Syakib.

Karena itu, menurut dia, OTT bukan lawan yang harus diperangi tetapi kawan yang harus diajak berkolabirasi.

Masa kejayaan operator telekomunikasi belakangan dalam menyediakan jasa layanan tradisional seperti voice dan SMS makin turun sejak akses internet kian mudah didapat dan menjamurnya layanan media sosial.

Pelanggan telekomunikasi seluler lebih mudah dan cepat mengakses internet, condong beralih ke layanan messaging yang disediakan OTT seperti Whatsapp, BlackBerry Messenger, Skype, Line, Yahoo Messenger, Gtalk, textPlus, Pinterest, bahkan Facebook dan Twitter.

Alhasil, pendapatan operator dari segmen voice dan SMS jadi tergerus karena sebagian pelanggan lebih mengutamakan komunikasi via OTT messenger.

Sementara itu, Direktur Utama Telkomsel Alex J Sinaga mengatakan, operator telekomunikasi yang akan mengalami dampak paling besar adalah operator dari Eropa dan Asia Pasifik, termasuk Indonesia yang memiliki pasar telekomunikasi sekitar 250 juta pelanggan.

Alex menjelaskan, masa kejayaan operator telekomunikasi dalam menyediakan jasa layanan tradisional seperti voice dan SMS diakui sudah lewat sejak akses internet kian mudah didapat dan menjamurnya layanan media sosial dan "instant messaging" yang ditawarkan pemain OTT seperti Google, Microsoft, Apple, Yahoo, Facebook, dan Research In Motion.

Ditambahkan Alex, berdasarkan data Proyeksi Informa WCIS, Q-IV 2012, pada tahun 2012 devisa dari Indonesia yang keluar ke perusahaan OTT global seperti Facebook saja diperkirakan mencapai 252 juta dolar AS, belum termasuk dari layanan sosial media lainnya.

"Untuk itu Indonesia harus mendorong adanya OTT lokal agar menjadi tuan rumah di negeri sendiri," ujar Alex.

Sementara itu, Deputy CEO Commercial Smartfren, Djoko Tata Ibrahim mengatakan, OTT tidak bisa ditolak karena telah menjadi kebutuhan komunikasi.

"Ini ibarat kehadiran supermarket yang ditolak sama pedagang tradisional. Walau ditolak, tapi konsumen butuh sebagai tuntutan zaman," tegas Djoko.

Ditambahkan Djoko, tantangan yang dihadapi ke depan dengan hadirnya OTT adalah isu kecepatan dan kapasitas jaringan yang masih perlu ditingkatkan.

Senada dengan itu, Director & Chief Commercial Officer PT Indosat, Erik Meijer mengatakan, bahwa sinergi antara pemain OTT dan operator seluler harus dibangun.

"Tanpa ada konten, data tidak diperlukan. Karena itu jangan pula sampai bisnis ada model tetapi kita tidak sanggup ekspansi jaringan," ujar Erik.
(ANT)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2012