Di antara negara-negara OKI, hanya tinggal Indonesia yang belum punya peraturan soal itu,"
Jakarta (ANTARA News) - Indonesia merupakan satu-satunya negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang belum memiliki peraturan terkait pengendalian konsumsi tembakau, kata Mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kartono Muhammad.
"Di antara negara-negara OKI, hanya tinggal Indonesia yang belum punya peraturan soal itu," katanya terkait mandeknya Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Zat Aditif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (RPP Tembakau) dalam diskusi RPP pengendalian dampak tembakau di Jakarta, Selasa.
Pihaknya mengatakan bila pemerintah belum mengesahkan RPP tersebut hingga 2013, pihaknya akan mengangkat isu tersebut ke konferensi menteri kesehatan antarnegara anggota OKI pada Oktober 2013 mendatang.
"Kami akan ramaikan jelang konferensi menteri kesehatan OKI tahun depan, agar dunia internasional tahu pemerintah Indonesia tidak peduli kesehatan warganya," katanya.
Proses pengesahan RPP saat ini mandek di Kementerian Keuangan. Kartono menganggap menteri keuangan telah menghambat penetapan RPP karena dalam pembahasan RPP, semua kementerian sudah menyetujui termasuk kemenkeu. Karena itu, mandeknya RPP di kemenkeu dinilainya sebagai upaya menkeu untuk
menghambat pengesahan RPP.
Sementara Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) berencana menggugat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bila hingga akhir Desember 2012, RPP Tembakau belum disahkan.
"Kalau sampai akhir Desember ini belum juga disahkan, saya rasa kami harus menggugat presiden," kata anggota pengurus harian YLKI Tulus Abadi.
Menurut dia, RPP Tembakau seharusnya sudah disahkan sejak 2010 yang bertepatan dengan satu tahun setelah disahkannya Undang-undang Kesehatan pada 2009. Tetapi hingga saat ini proses pengesahan masih molor.
"Pemerintah jelas melanggar konstitusi dan undang-undang karena tidak segera mensahkan RPP ini," katanya.
Pihaknya bersama masyarakat yang tergabung dalam komunitas peduli terhadap pengendalian konsumsi tembakau akan mengajukan gugatan class action terhadap presiden.
(A064/R021)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2012