Tanjungpinang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau meraih predikat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) ke-13 kali berturut-turut dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) tahun anggaran 2022.
Anggota V BPK RI, Ir Ahmadi Noor Supit, mengatakan, pemberian opini WTP tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan pihaknya terhadap LKPD Pemprov Kepri tahun anggaran 2022, termasuk implementasi atas rencana aksi yang telah dilaksanakan oleh pemerintah daerah setempat.
"Dengan demikian, Pemprov Kepri telah berhasil mempertahankan opini WTP yang ke-13 kalinya," katanya saat Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Keuangan Republik Indonesia Terhadap LKPD Provinsi Kepri Tahun Anggaran 2022 dari BPK RI kepada DPRD Kepri di Aula Wan Seri Beni, Dompak, Tanjungpinang, Jumat
Ia berharap capaian ini hendaknya menjadi dorongan untuk terus meningkat akuntabilitas dan transparansi keuangan daerah, serta meningkatkan laporan keuangan sehingga menjadi prestasi yang dapat terus dipertahankan.
"Kami memberi apresiasi yang tinggi terhadap pengelolaan keuangan Pemprov Kepri," ujarnya.
Namun demikian, lanjut dia, BPK RI masih menemukan sedikitnya tiga permasalahan di dalam LKPD Pemprov Kepri tahun anggaran 2022. Pertama, BPK menemukan pengelolaan keuangan SMK Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) belum optimal. Di antaranya belum adanya penetapan pejabat pengelola BLUD, rencana bisnis dan anggaran serta standar satuan harga, dan laporan keuangan BLUD rekening kas BLUD, hingga rencana strategis.
"Pemprov Kepri perlu menetapkan penatausahaan keuangan BLUD secara menyeluruh dengan koordinasi yang baik antar-OPD," ujarnya.
Kedua, sambungnya, kekurangan volume
pekerjaan pada 34 pekerjaan yang tidak sesuai kontrak. Permasalahan ketidaksesuaian kontrak ini merupakan kekurangan volume pekerjaan, karena volume terpasang lebih kecil dibandingkan spesifikasi kontrak sehingga terjadi kelebihan pembayaran. Kekurangan volume pekerjaan ini terdapat pada 34 pekerjaan di lima OPD.
"Pemprov Kepri perlu menetapkan prosedur operasional satuan harga yang mengatur tentang laporan berkala kemajuan fisik seluruh pekerjaan bertahap oleh PPK dan PPTK," ungkapnya.
Ketiga, pengelolaan dan pertanggungjawaban belanja dana hibah belum tertib. Pemprov Kepri telah menetapkan pedoman pemberian hibah bantuan sosial dalam Peraturan Gubernur Nomor 52 Tahun 2021.
Pada tahun 2022, terdapat OPD yang memberikan hibah barang sebanyak 25 paket pekerjaan, namun ditetapkan dalam surat keputusan (SK) Gubernur. Selain itu, BPK juga masih menemukan ketidakpatuhan laporan pertanggungjawaban hibah. Para penerima hibah yang belum menyampaikan dan/atau terlambat mempertanggungjawabkan hibah sesuai ketentuan yang berlaku.
"Atas hal tersebut, Pemprov Kepri perlu menetapkan mekanisme pertanggungjawaban hibah dan menagih serta memverifikasinya," ucapnya.
Selanjutnya, BPK memberikan waktu selama 60 hari kepada Pemprov Kepri untuk memberikan penjelasan terhadap temuan dan rekomendasi tersebut.
"Selambat-lambatnya 60 hari setelah LHP BPK diterima pemerintah daerah," katanya menegaskan.
Sementara, Gubernur Kepri Ansar Ahmad mengapresiasi BPK yang telah menyelesaikan LHP keuangan daerah tahun anggaran 2022. Ini pencapaian WTP ke-13 berturut-turut yang diraih Pemprov dari BPK.
Atas pencapaian ini, Ansar juga berterima kasih kepada seluruh OPD Pemprov Kepri sebagai ujung tombak pengelola anggaran.
Ia berharap ke depan pengelolaan keuangan daerah akan semakin baik, transparan dan akuntabel untuk kepentingan masyarakat.
"Semoga predikat WTP ini dapat terus dipertahankan di tahun-tahun berikutnya," sebut Ansar.
Ia turut menegaskan siap memberikan perhatian penuh terhadap OPD-OPD terkait guna menindak lanjuti hasil temuan dan rekomendasi BPK dalam masa 60 hari ke depan.
Pewarta: Ogen
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2023