Sebagai musisi dia sempurna, sangat sempurna"
Jakarta (ANTARA News) - Sting mungkin bisa digambarkan sebagai bintang tua yang tak pernah habis sinarnya. Aksinya tak lekang dimakan usia yang kini menginjak 61 tahun.
Gordon Matthew Thomas Sumner, begitu nama lengkap Sting, bisa dibilang sebuah paket musisi yang sempurna, yang abadi bersama karya-karyanya.
Nomor-nomor lagu ciptaannya yang pernah menjadi hits puluhan tahun silam menerobos zaman, menembus berbagai kalangan umur, menjadikannya tembang-tembang yang masih selalu enak dinikmati hingga kini.
"Sebagai musisi dia sempurna, sangat sempurna. Dia adalah multi-instrumentalist," ujar pengamat musik, Bens Leo.
Dalam rangka merayakan 25 tahun perjalanan solo kariernya, Sting menggelar tur keliling dunia bertajuk "Back to Bass Tour" yang juga menandai sang master pembetot bass itu kembali menggiring bass-nya setelah sempat tampil secara orkestra dalam konsernya "Symphonicity Tour" tahun lalu.
Indonesia menjadi salah satu negara beruntung yang turut disambangi dan menjadi penutup rangkaian turnya tersebut.
"Staminanya masih luar biasa," tambah Bens Leo menilai penampilan Sting di Mata Elang International Stadium Ancol, Jakarta, Sabtu malam itu.
Sting memang membuktikan sinarnya yang belum meredup. Sang bintang tua dari Inggris itu membuat histeris ribuan penonton yang datang dari berbagai kalangan umur.
Ia tampil enerjik, penuh stamina, dan tentu saja, memesona tanpa banyak melontarkan basa-basi.
Dengan gayanya yang tidak berlebihan, ia menghipnotis penonton lewat suara oktaf tinggi yang tak habis-habis merdunya sepanjang konser. Kadang ia bergoyang, sesekali ia bergerak menyapa penggemarnya ke sudut-sudut panggung atau tiba-tiba saja ia loncat bersama bass-nya.
"Selamat malam Jakarta," teriak Sting sesaat setelah masuk ke panggung.
Sting langsung menghentak panggung dengan lagu "If I Ever Lose My Faith In You", lagu yang membawanya menyabet penghargaan bergengsi "Grammy Award" pada 1994.
"Terimakasih. Saya senang sekali bisa kembali ke Jakarta," ujarnya usai menuntaskan satu lagu.
Ia kemudian mengenalkan personel band pengiring, Five Piece All Star, yang turut mengiringinya pada konser pertama Sting di Jakarta yang bertajuk "Ten Summoner's Tales" delapan belas tahun silam.
Bedanya, konser kali ini tambah berwarna dengan kehadiran pemain biola rock elektrik, Peter Tickell dan penyanyi jazz asal Australia, Jo Lawry.
Sting yang The Police
Seperti tema konser yang menandakan kembalinya Sting bersama bass-nya, Sting tampil nge-band dengan iringan Five Piece All-Star band. Rasa The Police pun tak terelakkan dalam konsernya kali ini.
Nama Sting memang tidak bisa lepas begitu saja dari embel-embel bekas band-nya itu. Sebagai pentolan The Police, kedua hal tersebut -Sting dan The Police- memang terus melekat.
Ditambah lagi dengan lagu-lagu The Police yang turut disuguhkan seperti "Message In A Bottle", "King of Pain", "De Do Do Do, De Da Da Da", "Every Breath You Take", dan "Next To You" yang menambah semarak konsernya malam itu menjadi lebih nge-rock.
Sting juga menunjukkan sebagai musisi yang menguasai segala jenis lagu. Selain menyajikan tembang-tembang abadinya seperti "Englishman In New York", "Fields of Gold", "Shape of My Heart" ia membawa nuansa jazz seperti pada lagu "Heavy Cloud".
Keabadian karya-karya Sting dapat terasa dalam kemeriahan konser yang menyuguhkan 21 lagu ciptaan Sting.
Sepanjang konser, hampir setiap lagu selalu diiringi koor penonton. Bahkan saat intro lagu "Englishman in New York", penonton sudah lebih dulu bernyanyi tanpa perintah.
Suasana sempat menjadi hening saat Sting membawakan "The End Of The Game" yang diambil dari album "Brand New Day". Sebelum menyanyikan lagu ini, ia sempat menunjukkan sebuah boneka rusa kepada penonton.
"Lagu ini tentang cinta, hidup, dan mati," ujar Sting yang juga dikenal aktivis itu.
Suasana semakim syahdu saat Sting melanjutkan dengan "Fields of Gold". Penonton ikut bernyanyi bersama setelah akhirnya kembali diajak bergoyang saat salah satu lagu dari The Police, "Driven to Tears" dilantunkan.
Sting pun memamerkan kelihaiannya membetot bass diiringi gesekan-gesekan biola dari Peter.
Namun, penonton pun tidak hanya dibuat terpukau oleh Sting seorang, tetapi juga para personel band pengiringnya.
David Sancious membuka aksi solo-nya dengan memainkan tuts keyboardnya diiringi cabikan-cabikan bass Sting. Disusul iringan biola dari Peter yang memukau, petikan-petikan gitar Dominic Miller dan permainan drum dari Vinnie Colaiuta yang kemudian menyatu menjadi harmoni sempurna.
Kemudian Sting sejenak keluar panggung. Ia lalu muncul lagi sembari bergoyang. Dalam balutan kasual, kaos panjang abu-abu ketat dan celana hitam, ia tampak sebagai seorang kakek yang menebar jiwa muda.
Sting kemudian membawa nuansa Arab dari lagu "Desert Rose" yang membuat penonton bergoyang.
Mendekati penghujung konser, Sting terus mengajak penonton bernyanyi sambil bergoyang lewat lagu "Every Breath You Take" dan "Next To You" sebelum akhirnya menutup pertunjukannya dengan manis lewat "Fragile".
Lampu hanya mengarah pada Sting dalam latar panggung yang gelap. Sambil memainkan gitar klasik, Sting menyanyikan "Fragile", salah satu tembang abadinya.
Ia pun membuat penonton seraya melayang lewat raungan suara emasnya.
Tampak jelas gurat-gurat tua yang melapisi wajahnya. Namun tak dapat dipungkiri, bintang tua itu masih saja memukau.
(M047)
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2012