Pekanbaru (ANTARA) -- Pemerintah terus mengupayakan capaian target bauran energi melalui beragam langkah, salah satunya dengan mendorong pemanfaatan limbah sebagai bahan baku produksi bioenergi. Selain melalui pembangkit listrik, pemanfaatan bioenergi juga diupayakan melalui pengembangan bahan bakar nabati (biofuel), biomassa, serta biogas.


Menurut catatan Direktorat Bioenergi, Ditjen EBTKE, capaian pemanfaatan biogas masih berada dikisaran angka 47,7 juta m3 dari 489,8 juta m3, yang ditargetkan akan tercapai pada tahun 2025. Karenanya pemanfaatan biogas terus didorong dalam skala yang lebih besar.


Salah satu upaya untuk mendorong pemanfaatan biogas ini melalui penerbitan perizinan biogas sebagai bahan bakar lain. Perizinan KBLI 35203 telah diluncurkan (go live) di sistem OSS Kementerian Investasi/BKPM pada 9 Maret 2023 lalu. Peluncuran perizinan ini menjadi momentum bagi para pelaku usaha di bidang biogas untuk mengembangkan bisnisnya, salah satunya melalui biogas upgrading atau pengolahan biogas menjadi biometana. Dapat disebut sebagai biogas yang naik kelas, biometana merupakan produk turunan yang dapat dihasilkan melalui pengolahan lanjutan biogas. Biogas dimurnikan dengan memisahkan komponen karbondioksida (CO2) serta komponen gas lainnya yang tidak dikehendaki, menghasilkan gas dengan tingkat kemurnian CH4 ≥ 91%, dan nilai kalori sebesar 900 – 1.014 BTU/SCF yang dikenal sebagai biometana.


Sosialisasi KBLI 35203 terus dilakukan melalui berbagai, termasuk pelaksanaan Bioshare Series #10 Peluang Usaha Biometana Melalui Regulasi Investasi – KBLI 35203. Webinar yang diselenggarakan secara hybrid dari Pekanbaru, Riau, pada Kamis (19/4) ini merupakan hasil kerja sama Direktorat Jenderal EBTKE dengan Global Green Growth Institute (GGGI) dan Deutsche Gesselschaft für Internationalle Zusammenarbeit (GIZ) GmbH. Setidaknya 150 orang peserta hadir pada kegiatan ini dari beragam latar belakang, termasuk instansi pemerintah daerah, industri, pengembang proyek, penyedia teknologi, akademisi, dan lainnya.


Perizinan KBLI 35203 sendiri mengatur dan menetapkan batasan tentang persyaratan dalam penyelenggaraan usaha khusus biogas yang dapat dimanfaatkan secara langsung sebagai bahan bakar yang dihasilkan dari produk sampingan pertanian, perkebunan, peternakan, atau sampah/limbah dimana pembuatannya disertai usaha peningkatan mutu gas, seperti pemurnian, pencampuran dan proses lainnya.


Trois Dilisusendi, Koordinator Investasi dan Kerja Sama Bioenergi, menyampaikan rencana pengembangan biometana dan compressed biogas (CBG), dimana terdapat 5 proyek yang yang akan segera masuk tahap pengembangan, berlokasi di Kabupaten Bangka (Bangka Belitung), Kabupaten Rokan Hulu (Riau), Kabupaten Malang (Jawa Timur), Kabupaten Kutai Timur (Kalimatan Timur), dan Kabupaten Langkat (Sumatera Utara).


“Kebutuhan investasi yang diproyeksikan dalam rencana pengembangan biometana dan CBG ini sebesar 27 juta USD, kemudahan proses perizinan melalui KBLI 35203 kami harapkan dapat menggerakkan sektor industri dan mendorong pencapaian target tersebut”, ujar Trois.


Bioshare Series #10 juga menghadirkan narasumber Rizki Novihamzah, selaku Penata Kelola Penanaman Modal Ahli Madya Kemeninves/BKPM, yang menyampaikan terkait mekanisme serta beragam insentif yang ditawarkan bagi usaha biometana. Beberapa diantaranya adalah pembebasan biaya masuk impor peralatan (jika tidak termasuk ke dalam negative list) dan pengurangan penghasilan bruto bagi usaha yang melakukan kegiatan advokasi dan litbang. Selain itu, usaha biometana juga berpeluang mendapatkan tax holiday dan tax allowance jika masuk dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).


Hadir pula Ardian Candraputra, Advisor GIZ, yang memaparkan beberapa hasil dari kajian strategi implementasi pemanfaatan biometana di sektor industri dan komersial di Indonesia yang tengah dikembangkan, dan bekerja sama dengan Direktorat Bioenergi. Kajian tersebut menggarisbawahi besarnya potensi biometana di wilayah Pulau Sumatera dan Kalimantan, yang tidak lepas dari angka produksi kelapa sawit yang tinggi. Karenanya, kedua wilayah ini dapat menjadi fokus utama Pemerintah dalam upaya pengembangan biometana. Selain melihat ketersediaan sumber energi yang melimpah, kajian ini juga mendapati bahwa potensi pasar biometana pun cukup menjanjikan, termasuk industri dan bisnis komersial yang menggunakan LPG, CNG, bahan bakar diesel. Biometana juga dapat dikembangkan untuk pemafaatan melalui gas injection point serta pengganti bahan bakar fosil di pembangkit listrik tenaga diesel.


Capaian pemerintah dalam target penggunaan EBT sebagian besar diperoleh melalui sektor kelistrikan. Padahal, salah satu kebutuhan energi terbesar di sektor industri adalah panas. Dalam hal ini, biometana dapat mengisi kebutuhan substitusi bahan bakar fosil. Biometana juga ternyata memiliki keunggulan, yaitu dapat menghasilkan temperatur panas yang lebih tinggi dibanding biogas atau pun biomassa.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2023