ada KSP memiliki 10 ribu nasabah, tapi hanya 200 saja yang menjadi anggota koperasi. Ini salah satu celah untuk praktik pencucian uang
Jakarta (ANTARA) - Ahli ekonomi Universitas Indonesia Emi Nurmayanti berharap RUU Perkoperasian segera ditetapkan agar praktik kejahatan keuangan berkedok koperasi tidak semakin meningkat.
“Sebenarnya pada praktik koperasi di Indonesia, banyak yang melanggar karena pengawasan masih kurang dan lemah. Bahkan, untuk penindakan juga belum ada aturan yang jelas dan tegas. Dan baru di RUU Perkoperasian yang baru ini sudah mulai dibahas tentang pengawasan, hingga sanksi pidana," kata Emi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.
Pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia itu menyebutkan aksi pencucian uang di tubuh koperasi memang sebuah fakta yang tak bisa dipungkiri bahkan di komunitas koperasi terdapat istilah pengusaha koperasi. Menurutnya, banyak koperasi, khususnya koperasi simpan pinjam (KSP), yang melayani non-anggota.
“Bahkan, ada KSP yang memiliki 10 ribu nasabah, tapi hanya 200 orang saja yang menjadi anggota koperasi. Ini salah satu celah untuk praktik pencucian uang," ucapnya.
Sementara pakar dari Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Yeti Lis Purnamadewi berharap adanya RUU Perkoperasian ini untuk menyelesaikan maraknya kejahatan keuangan, hingga mampu menjamin keamanan KSP.
Baca juga: Forkopi: Pembentukan Otoritas Pengawas Koperasi masuk RUU Perkoperasian
Baca juga: DKUPP Probolinggo: RUU Perkoperasian momentum kebangkitan koperasi
"Koperasi memang menjadi wadah empuk untuk melakukan pencucian uang," ujar Yeti.
Untuk itu, Yeti meminta aturan untuk mendirikan koperasi, bukan dilihat dari jumlah anggota, tapi untuk membentuk koperasi harus tercapai dari skala ekonominya.
Pada kesempatan yang sama Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM Ahmad Zabadi mengungkapkan setidaknya ada tiga hal krusial dan positif yang bisa dirasakan masyarakat, khususnya anggota koperasi, dengan kehadiran RUU Perkoperasian yang baru.
"Pertama, adanya jaminan perlindungan bagi anggota dan koperasi dengan hadirnya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Koperasi. Saat ini, ada sekitar 30 juta orang yang tercatat sebagai anggota koperasi yang harus terlindungi simpanannya," tutur Zabadi.
Zabadi menekankan azas keadilan yang juga bisa dirasakan anggota koperasi, seperti halnya nasabah di sektor perbankan, dengan adanya LPS Koperasi.
Kedua, lanjutnya, dengan adanya RUU Perkoperasian yang baru, koperasi bisa bebas bergerak ke seluruh sektor usaha, tidak hanya simpan pinjam.
“Jangan ada istilah pembonsaian koperasi, karena koperasi juga merupakan entitas bisnis yang memiliki hak yang sama dengan entitas bisnis lainnya," kata dia.
Sedangkan dampak positif ketiga, RUU Perkoperasian yang baru bakal menghadirkan Otoritas Pengawas Koperasi (OPK). Intinya, dengan semakin majunya dinamika kehidupan di tengah masyarakat, penguatan pengawasan koperasi menjadi sesuatu yang harus dilakukan.
"Koperasi juga merupakan bisnis jasa keuangan. Maka, penguatan pengawasan, tentunya akan meningkatkan kepercayaan masyarakat. Semua koperasi, termasuk koperasi-koperasi besar, sepakat untuk diawasi OPK," ucap Zabadi.
Baca juga: Pemerintah mulai bahas RUU Perkoperasian dengan bentuk kepanitian
Baca juga: Pemberdayaan dan perlindungan koperasi diatur dalam RUU Perkoperasian
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2023