Salah satu sumber yang membuat orang sakit, 30 persen penggunaan biaya BPJS Kesehatan itu akibat merokok,
Jakarta (ANTARA) - Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri menekankan agar pasal tentang pelarangan rokok terus dikawal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU Kesehatan).

"Jangan sampai di Undang-Undang Kesehatan nanti dalam detail-detailnya menyusup perusahaan rokok, RUU Kesehatan ini tidak boleh ada bias pada pengusaha rokok," kata Faisal dalam diskusi yang dilakukan bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia di Menteng, Jakarta Pusat pada Kamis.

Faisal juga mengatakan, harus ada pasal yang jelas yang melarang perusahaan rokok untuk membuat promosi dan sponsor yang akan membahayakan kesehatan masyarakat .

"Salah satu sumber yang membuat orang sakit, 30 persen penggunaan biaya BPJS Kesehatan itu akibat merokok, jadi bagaimana ingin menyehatkan masyarakat, tetapi kita tetap membiarkan salah satu sumber penyakit itu tidak jadi bahasan yang jelas dalam Undang-Undang tentang Kesehatan," lanjut Faisal.

Faisal menambahkan, RUU Kesehatan akan rentan disusupi oleh industri rokok apabila tidak ada Undang-Undang yang jelas tentang tembakau.

"Jadi Undang-undang lain yang bertentangan dengan falsafah kesehatan itu harus diubah atau dihapus," katanya.

Sebelumnya, pemerintah melalui Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyusun Rancangan Undang-Undang Kesehatan.

Saat ini, RUU Kesehatan ini masih dalam tahap pembahasan, dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia juga telah menyerahkan 3.020 daftar inventarisasi masalah (DIM) yang diperoleh dari batang tubuh RUU Kesehatan kepada Komisi IX DPR RI.


Baca juga: Komisi IX DPR bahas RUU Kesehatan secara konstruktif
Baca juga: Ombudsman minta RUU Kesehatan jangan sentralisasikan kewenangan

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2023