Kepala Divisi Klaim, Produksi dan Marketing PT Paladin International Muhammad Husein ketika di hubungi di Jakarta, Jumat, mengatakan sebagaimana prinsip dasar dari asuransi maka konsorsium atau perusahaan hanya bertanggung jawab pada peserta yang terdaftar.
"Data Satinah Binti Djumadi binti Amad Rabin dengan nomor paspor AB 668763 tidak ditemukan pada sistem data Konsorsium Proteksi TKI," kata Husein.
Konsorsium Proteksi TKI sudah melakukan komunikasi dengan berbagai pihak, termasuk ke KBRI, Kemenlu, Kemenakertrans, BNP2TKI dan intansi lain yang terkait serta perusahaan jasa TKI PT Djamin Harapan Abadi yang menempatkan Satinah.
Perusahaan jasa TKI itu menyatakan Satinah didaftarkan di program asuransi Konsorsium Wali Amanah, pada 30 September 2006.
"Setelah habis masa kontrak Satinah tidak melaporkan kembali ke perusahaan yang menempatkannya," kata Husein.
Dalam kondisi tersebut, dia menilai Satinah sebagai "over stayer" (WNI yang tinggal melampaui waktu) di Saudi. "Bisa dikatakan WNI bermasalah," kata Husein.
Seperti diberitakan sejumlah media, Satinah TKI dituduh membunuh majikannya di Al Gaseem, Arab Saudi, dan dinyatakan bersalah serta dijatuhi hukuman pancung.
Satinah bisa lolos dari hukuman tersebut, jika ada pihak yang bersedia membantu membayarkan diyat (ganti rugi materi) sebesar Rp21 miliar dengan tenggat waktu terakhir pembayaran tanggal 14 Desember 2012.
Ketika disinggung tentang kewajiban uang diyat dalam program perlindungan TKI, Husein mengatakan dalam penugasan dari Kemenakertrans, tidak tercantum kewajiban membayar uang diyat.
Konsorsium tidak menanggung risiko kerugian yang dialami oleh pihak ketiga.
"Kami siap membantu proses hukumnya, yakni sesuai jenis risiko yang ditanggung berdasarkan Polis Asuransi TKI dan Permenakertrans nomor 07/MEN/V/2010 tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia atas biaya legitasi dan advokasi sebesar maksimum Rp100 juta," kata Husein.
(E007/R010)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2012