Prosedurnya (eksekusi,-red) sudah jalan, prosedur hukum bukan prosedur preman"
Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung akan mengevaluasi kinerja satuan tugas intelejen Kejaksaan menyusul kaburnya Bupati Kepulauan Aru Theddy Tengko, terpidana korupsi APBD senilai Rp42,5 miliar, saat di Bandara Soekarno Hatta sebelum dibawa ke Maluku untuk dieksekusi.
"Prosedurnya (eksekusi,-red) sudah jalan, prosedur hukum bukan prosedur preman. Pelaksanaan eksekusi tentu menurut hukum ketentuan, kita akan evaluasi kembali," kata Jaksa Agung Basrief Arief di Jakarta, Jumat.
Jaksa Agung membantah tidak mengantisipasi gangguan dari pendukung Theddy saat di Bandara, kendati jumlah jaksa yang mengawal terpidana itu jauh lebih sedikit dari massa pendukung Theddy.
Sekitar lima hingga delapan Jaksa yang mengawal proses eksekusi itu ditahan oleh 50 pendukung Theddy di bandara. Theddy kemudian lepas dari pengawalan dan menyewa pesawat sendiri terbang ke Ambon.
Namun, Kejaksaan Agung menyatakan siap mengeksekusi Theddy, begitu juga dengan Kejaksaan Tinggi Maluku. "Keadilan di sini yang perlu kita lihat, apakah seseorang dalam tanda kutip sudah dinyatakan seperti terpidana dibiarkan seperti itu saja," kata Jaksa Agung.
Jaksa Agung mengaku sudah mendapat laporan dari Jaksa Agung Muda Bidang Intelejen Adjat Sudrajat mengenai insiden di bandara itu dan sedang dikaji.
"Laporanya tentu harus kita proses," kata dia.
Pada pemberangkatan Theddy, sekitar 50 preman mengganggu para jaksa yang hendak membawa terpidana itu ke Kejaksaan Tinggi Maluku untuk dieksekusi.
Sebelumnya, Mahkamah Agung telah memvonis Theddy bersalah atas kasus korupsi APBD senilai Rp42,5 miliar. MA menjatuhkan hukuman empat tahun penjara dengan denda Rp500 juta subsider 6 bulan.
Selain itu Theddy juga dikenai pidana tambahan berupa uang pengganti Rp5,3 miliar, subsider dua tahun penjara.
Silang Pendapat
Putusan MA itu dilawan pengacara Theddy, Yusril Ihza Mahendra yang mengajukan permohonan non eksekutorial atas putusan Mahkamah Agung ke Pengadilan Negeri Ambon. Dasar argumen perlawanan itu karena dalam putusan MA tidak tercantum pasal 197 huruf K.
Permohonan Yusril itu dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Ambon. Namun, Kejari Dobo langsung menindaklanjuti dengan mengirimkan permohonan kepada MA mengenai pembatalan putusan PN Ambon tersebut.
Atas surat permohonan Kejari itu, MA mengeluarkan penetapan tertanggal 25 oktober 2012 yang pada pokoknya bahwa penetapan PN Ambon batal dan tidak berkekuatan hukum," kata Untung.
Oleh karena itu, sesuai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana jaksa dapat melaksanakan eksekusi.
(I029)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2012