Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua DPR Akbar Tandjung berpendapat, komando Presiden dalam menangani berbagai persoalan pascagempa di Yogyakarta dan Jawa Tengah sebaiknya memang dilakukan dari Jakarta, bukan langsung di Yogyakarta karena komando yang dilakukan lagsung dari lapangan mengandung resiko politis. "Kalau Presiden melakukan komando langsung di lapangan, maka kalau ada ketidak beresan, Presiden bisa dimintakan langsung pertanggungjawaban. Namun bila komando dari Jakarta, maka dalam hal ada ketidakberesan, presiden bisa meminta pertanggungjawaban dari menteri-menterinya," kata Akbar seusai acara "Satu Tahun Akbar Tandjung Instittute" di Jakarta, Rabu. Acara yang diisi orasi ilmiah Guru Besar Politik dari Fisip UI Prof Dr Maswadi Rauf ini juga tampak dihadiri sejumlah tokoh nasional, antara lain mantan Wapres Try Sutrisno dan kalangan anggota Fraksi Partai Golkar (FPG) DPR. Akbar menilai, manajemen Yudhoyono dalam mengatasi musibah di Yogyakarta dan Jawa Tengah belum efektif. Karena itu, ia berpendapat, keberadaan Presiden di lapangan menjadi sangat rawan kritik. "Manajemennya tak efektif dan selaku presiden, SBY tak perlu terjun langsung dan berkantor di Yogya. Cukup dimonitor dari Jakarta saja. Kalau ada yang kurang dalam penanganan terhadap para korban, cukup perintah menteri dan dikomando dari sini (Jakarta)," kata Akbar. Akbar mengatakan, keberadaan Presiden di Yogya bisa dilihat dari dua segi. Pertama, Presiden ingin melihat langsung upaya penyelamatan dan pemberian bantuan kepada para korban dan kedua justru menjadi tanda tanya, mengapa Presiden mesti berada di Yogyakarta bahkan sampai kantornya berpindah ke kota Gudeg itu. Namun pada kenyataannya, Akbar melanjutkan, meskipun presiden ada di Yogyakarta, tetap saja "management of crysis" belum optimal. "Kita melihat, berpindahnya kantor Presiden ke Yogya tak hasilkan manajemen yang mumpuni," katanya. Berbeda dengan Akbar, Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkar (FPG) Idrus Marham tidak sependapat dengan pandangan seperti itu. Mantan Ketua Umum KNPI itu mengaku tertantang oleh pernyataan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Pusat DPP PDI-P Theodorus Jacob yang meminta presiden SBY segera pulang ke Jakarta karena keberadaannya di Yogyakarta justru mengganggu proses rekonstruksi. "Pernyataan sinis terhadap keberadaan Presiden di Yogya itu merupakan fitnah politik karena dia tidak memahami makna kehadiran Presiden ke Yogya. Omongan Theodorus tidak ditunjang fakta-fakta yang jelas sehingga `ngawur`," kata Idrus yang siap jadi bumper Presiden Yudhoyono.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006