Jakarta (ANTARA) - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki meminta perbankan untuk menggunakan skema credit scoring dalam menentukan pemberian pembiayaan kepada pelaku UMKM.
“Saya kira beberapa pendekatan yang dilakukan oleh peer to peer lending, fintech, dengan menggunakan credit scoring, menggunakan teknologi digital, itu barangkali bisa dijadikan pendekatan oleh perbankan,” kata MenKopUKM Teten pada Kegiatan Penyerahan KUR Klaster berbasis rantai pasok di Kantor KemenKopUKM, Jakarta, Rabu.
Menurutnya, skema pemberian kredit UMKM dengan berpatokan pada aset yang dimiliki oleh pelaku UMKM, tidak tepat karena UMKM justru tidak memiliki aset yang bisa dijadikan sebagai agunan untuk mendapatkan pinjaman.
“Saya sudah mengusulkan kepada otoritas jasa keuangan(OJK), perbankan tidak hanya menggunakan konvensional collateral. Karena kalau dipaksa UMKM itu harus punya aset dulu baru bisa pinjam modal, itu pasti keberatan. UMKM itu justru tidak punya aset,” ucapnya.
Menteri Teten menilai, melalui mekanisme credit scoring, perbankan bisa menilai calon nasabahnya secara lebih presisi, baik dari segi kesehatan usaha hingga cash flow atau arus kas. Melalui mekanisme credit scoring, peer to peer lending dan fintech tidak ragu memberikan pinjaman hingga Rp2 miliar tanpa agunan kepada pelaku UMKM. Bahkan, fintech telah mengajukan untuk meningkatkan plafon menjadi Rp10 miliar tanpa agunan.
“Saya kira memang kalau pakai credit scoring, nasabah bank lebih jago, lebih bisa dipastikan karena dengan credit scoring, kesehatan usaha, track record bisa dilihat. Kalau agunan kan sering bohong juga, justru dengan credit scoring tidak bisa berbohong karena pada periode tertentu (bisa dilihat) bisnisnya sehat atau tidak,” tuturnya.
Adapun KemenKopUKM menghadirkan skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) Klaster sebagai terobosan untuk mengatasi persoalan akses permodalan yang dihadapi UMKM. Skema KUR Klaster juga menjadi solusi meningkatkan kepercayaan perbankan atau mengurangi risiko kredit macet.
Melalui KUR Klaster, perbankan bisa memberikan pembiayaan KUR kepada kelompok usaha dengan plafon hingga Rp500 juta per orang. Kredit KUR diberikan kepada UMKM secara berkelompok yang terintegrasi dari hulu hingga hilir sehingga ada kepastian pasar bagi pelaku UMKM karena offtaker atau pembelinya sudah jelas. Pengelolaan UMKM secara kelompok juga memudahkan perbankan melakukan proses monitoring.
“Sekarang bisnis yang menjadi titik pertumbuhan itu di Asia, India, China, tentu kita dan UMKM juga. Contoh BRI 70 persen penyaluran KUR UMKM, tahun lalu untungnya Rp54 triliun. Jadi, membuktikan bisnis dengan UMKM itu menguntungkan,” kata Teten.
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2023