"Karena peraturan itu masih diuji publik dan memang belum final. Kami minta beberapa pasal di revisi ulang seperti aturan uji layak operasional (ULO), biaya hak penyelenggaraan (BHP), dan 'universal obligation service' (USO)," kata Ketua Umum IMOCA, A. Haryawirasma, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis.
Haryawirasma menjelaskan IMOCA sudah menolak aturan ULO, BHP, dan USO sejak Permen No.1 tahun 2009 keluar, tapi setelah revisi peraturan menteri itu muncul aturan-aturan itu tetap ada.
Sekretaris Jenderal IMOCA, Ferrij Lumoring, mengharapkan peraturan menteri itu dapat mengatur perusahaan-perusahaan penyedia konten yang ada di pasar menjadi anggota asosiasi.
Sementara, asosiasi industri penyedia konten harus mempunyai kode etik yang mengatur para anggotanya.
"Misalnya ketentuan tentang 'Opt-In'. Jika mekanisme 'Opt-In' itu dimatikan, industri periklanan ponsel (mobile) juga terkena dampaknya," kata Ferrij.
"Opt-In" merupakan mekanisme registrasi yang dilakukan pengguna ponsel jika ingin berlangganan konten pada suatu penyedia konten.
Ferrij juga mengatakan revisi Permen Kominfo No.1 tahun 2009 juga masih membedakan hak antara perusahaan telekomunikasi dengan perusahaan penyedia konten (content provider).
(I026)
Pewarta: Imam Santoso
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2012