Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan menyatakan sebanyak 11.083 fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) di Indonesia telah mampu melakukan skrining HIV.

"Hampir semua puskesmas dan rumah sakit mampu melakukan tes HIV. Jadi semua kasus bisa ditemukan melalui tes, tidak bisa melalui dilihat saja. Harus dites darahnya," kata Anggota Tim kerja HIV dan PIMS Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes dr. Lanny dalam webinar "Bimtek Peran Masyarakat dalam Perlindungan Anak dengan HIV/AIDS 2", di Jakarta, Selasa.

Lanny mengatakan Kemenkes terus melakukan upaya-upaya percepatan untuk menemukan kasus-kasus baru HIV, yakni dengan melakukan standar pelayanan minimum, dimana semua orang yang berisiko diskrining.

Kemudian upaya percepatan skrining dengan bantuan komunitas, dan skrining pada donor darah sehingga darah yang digunakan benar-benar aman dimanfaatkan.

Baca juga: Kemenkes dorong partisipasi aktif masyarakat untuk skrining HIV/AIDS

Baca juga: KemenPPPA: Stigmatisasi pada anak dengan HIV/AIDS masih tinggi

Selanjutnya, dengan melakukan skrining semua pasangan dan anak biologis yang usianya kurang dari 18 tahun. "Ini upaya penemuan kasus secara dini," katanya.

Lanny menuturkan seorang ibu yang terdiagnosa HIV akan diberikan terapi ARV. "Ini terapinya akan seumur hidup," katanya.

Kemudian bayi yang baru lahir dari seorang ibu yang terdiagnosa HIV akan diberikan ARV Profilaksis.

Selanjutnya, pada bayi usia 6 hingga 8 pekan, akan dilakukan penetapan diagnosa yang dikenal dengan Early Infant Diagnosis (EID).

Lanny mengatakan kebijakan pemerintah saat ini adalah pengobatan ARV pada semua kasus HIV yang ditemukan.

Saat ini, sebanyak 4.100 fasilitas pelayanan kesehatan mampu melakukan tes HIV dan melakukan pengobatan HIV.*

Baca juga: Kurang pemahaman masyarakat jadi tantangan lindungi anak HIV/AIDS

Baca juga: DPRK Banda Aceh: kasus HIV/AIDS capai 198 kasus pada Februari 2023

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023