Mataram (ANTARA) - Kepala Dinas Kesehatan (Kadikes) Dompu, Nusa Tenggara Barat Maman menyurati Presiden Joko Widodo untuk memohon perlindungan dan keadilan terkait penetapan dirinya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Pratama Manggelewa.
"Saya dizalimi. Makanya, saya bersurat kepada Pak Presiden meminta perlindungan dan keadilan terhadap proses hukum yang menimpa diri saya," kata Maman melalui sambungan telepon di Mataram, Selasa.
Dia pun menyatakan bahwa dirinya melayangkan surat ke Presiden setelah mendapat pemberitahuan penetapan tersangka dari Penyidik Subdirektorat III Reserse Kriminal Khusus (Reskrimsus) Polda NTB.
Dalam surat yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, Maman menjabarkan perihal gambaran dari pembangunan Rumah Sakit Pratama Manggelewa dan proses hukum yang berjalan di Polda NTB.
Menurut Maman, proyek fisik itu bergulir pada tahun 2017. Sebagai Kadikes Dompu, Maman mendapat amanah dari Bupati Dompu sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) untuk mengelola anggaran Rp68 miliar.
"Dari anggaran itu, Rp17 miliar dialokasikan untuk pembangunan Rumah Sakit Pratama Manggelewa," ujar dia.
Proses lelang pun berlangsung pada Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemerintah Kabupaten Dompu. Muncul sebagai pemenang lelang proyek pembangunan Rumah Sakit Pratama Manggelewa, PT Sultana Anugerah dengan nilai kontrak Rp16,64 miliar.
"Pembangunan berjalan lancar, tepat waktu. Jadi pekerjaannya waktu itu sudah 100 persen," ucap dia.
Akhir tahun 2017, kemudian muncul hasil audit rutin Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTB yang menemukan kekurangan pekerjaan dengan nilai Rp528 juta.
"Atas temuan itu, saya sebagai KPA meminta pelaksana proyek untuk segera mengembalikan temuan. Pada tanggal 15 Desember 2017, pihak pelaksana menyetorkan ke kas daerah," katanya.
Pada tahun 2018, Rumah Sakit Pratama Manggelewa mulai beroperasi. Maman mengatakan keberadaan dari rumah sakit milik pemerintah tersebut telah banyak memberikan manfaat bagi masyarakat.
"Terutama masyarakat yang berada di wilayah Barat Dompu, dari Kecamatan Manggelewa, Kempo, Pekat, dan Kilo. Ada juga dari luar kabupaten, dari Sanggar dan Terano, Kabupaten Sumbawa," ujar Maman.
Bahkan, pada tahun 2020 sampai 2021 saat terjadi pandemi COVID-19, kata Maman, rumah sakit pratama mempunyai peranan penting dalam proses penyembuhan pasien yang terjangkit COVID-19.
Dengan menyampaikan hal demikian, Maman memastikan bangunan rumah sakit tersebut hingga kini dalam kondisi baik tanpa ada gangguan seperti dugaan awal kepolisian melakukan penyelidikan.
"Jadi, tidak seperti yang dikatakan dan menjadi kesimpulan dari tim ahli yang digaji oleh Polda NTB yang menyatakan rumah sakit pratama akan roboh dalam waktu dekat," ucapnya.
Bagi Maman, pernyataan tim ahli tersebut tidak mendasar sesuai fakta di lapangan. Dia pun meragukan kinerja tim ahli yang melakukan cek fisik terhadap bangunan tersebut.
"Lucu saja jadinya, seperti menyesatkan pihak yang memberinya upah," katanya.
Jika semua proyek fisik kemudian diperiksa ulang atas dasar laporan masyarakat dan menggandeng tim ahli, Maman yakin tidak ada pekerjaan yang benar, meskipun pembangunan sudah melalui tahap pemeriksaan BPK.
"Kalau begini, ASN akan menolak menjadi KPA, PPK dan PPTK proyek fisik," ujar dia.
Lebih lanjut, Maman kembali menceritakan perihal langkah penanganan kasus oleh Polda NTB. Sekitar Maret 2019, kata dia, tim dari Polda NTB meminta semua dokumen pembangunan proyek fisik yang berjalan pada tahun 2017. Termasuk, proyek Rumah Sakit Pratama Manggelewa.
"Juli 2019, saya juga dipanggil dan diperiksa," ucapnya.
Maman mengaku bukan hanya dirinya yang menjalani pemeriksaan. Ada juga dari pelaksana proyek, konsultan perencana, konsultan pengawas, pengawas teknik proyek (PTP) dari Dinas PUPR Dompu, pengguna anggaran, ketua dan anggota tim ULP, PPTK, serta ketua dan anggota PHO.
"September 2020 saya bersama pelaksana proyek dan konsultan pengawas dipanggil dan diperiksa lagi. Pada pemeriksaan kedua itu saya memberikan keterangan yang sama," kata dia.
Pada tahun 2021, Maman mendengar kabar Polda NTB telah menyampaikan ke publik bahwa pelaksana proyek sudah melunasi kerugian senilai Rp800 juta dari potensi kerugian keuangan negara Rp600 juta, Sehingga terdapat kelebihan Rp200 juta. Dengan adanya pengembalian tersebut, pejabat Polda NTB menyebutkan bahwa kasus ini berpeluang untuk tidak lanjut ke tahap penyidikan.
Meski sudah ada pengembalian, kasus tersebut ternyata tetap berjalan. Maman mengaku kaget setelah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dari Polda NTB dengan nomor: SPDP/125/VIII/2022/Dit.Reskrim pada Agustus 2022 dan pada Senin, 3 April 2023, dirinya kembali menerima surat dari penyidik. Namun kali ini berkaitan dengan pemberitahuan penetapan Maman sebagai salah seorang tersangka.
"Saya sangat kecewa dengan pola yang dimainkan Polda NTB. Apa yang saya alami hari ini adalah upaya kezaliman yang luar biasa. Bapak Presiden kami mohon perlindungan dan keadilan," ujarnya.K
Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2023