Jakarta (ANTARA) - Perencana Ahli Utama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Oswar Muadzin Mungkasa menilai Pemerintah tidak perlu membuat undang-undang yang baru untuk mengatur tata ruang desa.

"Lebih pada substansinya yang diubah, tidak membuat undang-undang baru, tetapi substansinya (tata ruang desa) ada secara detail pada Undang-Undang (Nomor 26 Tahun 2007) tentang Penataan Ruang tersebut," kata Oswar, sebagaimana dikutip dari siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, langkah mengatur tata ruang desa dengan merevisi undang-undang juga dapat mencegah terjadinya tumpang-tindih regulasi yang berpotensi menyulitkan pelaksanaan penataan ruang desa oleh pemerintah daerah ataupun pemerintah desa.

Hal tersebut disampaikan Oswar saat menjadi narasumber dalam forum diskusi aktual (FDA) bertema Problematika Penyusunan Dokumen Kebijakan Perencanaan Tata Ruang Desa di Jakarta, Selasa.

Forum diskusi tersebut digelar oleh Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk menjaring pendapat sejumlah pakar guna mencegah terjadinya tumpang-tindih regulasi terkait dengan tata ruang desa.

Selain Oswar, hadir pula narasumber lainnya, yakni Kepala Bagian Hukum Kepegawaian dan Organisasi Tata Laksana Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Gandiwa Yudhistira.

Dalam kesempatan itu, Gandiwa membahas mengenai pentingnya dukungan aparatur desa terhadap penyusunan rencana detail tata ruang (RDTR). Dia pun menilai aparatur desa perlu memiliki kemampuan mengelola informasi berbasis data, sesuai dengan platform yang disiapkan oleh Kementerian ATR/BPN.

Berikutnya, ada pula Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) Phil Hendricus Andy Simarmata yang mengingatkan bahwa keberadaan tata ruang desa harus bisa membuat masyarakat desa memiliki akses terhadap sumber daya alam yang dimiliki daerahnya.

Dengan demikian, konflik lahan, seperti antara pemilik izin tambang di desa dengan masyarakat desa dapat diselesaikan melalui aturan tata ruang yang ada.

"Diperlukan Tata ruang yang mana? Belum tentu tata ruang desa, bisa saja selesai dengan tata ruang kabupaten, tetapi bagaimana teman-teman desa, kepala desa, pengurus desa terlibat dalam proses tata ruang kabupaten itu," ujar dia.

Baca juga: Komite I DPD RI apresiasi kebijakan tata ruang wilayah Provinsi Banten
Baca juga: Unhas-Kementerian ATR/BPN bekerjasama dorong pengelolaan tata ruang

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023