Seoul (ANTARA News) - Korea Utara (Korut) berhasil meluncurkan roket jarak jauh, Rabu dan tidak mengindahkan ancaman sanksi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), yang menganggap peluncuran tersebut merupakan uji coba balistik terselubung.

Korea Utara mengatakan roket tahap tiga, yang Pyongyang bersikeras klaim bahwa tujuan peluncuran semata-mata untuk menempatkan satelit di orbit, telah mencapai semua tujuan.

"Peluncuran versi kedua satelit Kwangmyongsong-3 dari pusat Antariksa Sohae, pada 12 Desember berhasil," kata Kantor Berita Pusat Korea (KCNA).

"Satelit itu telah memasuki orbit seperti yang direncanakan," tambahnya.

Pejabat di Korea Selatan dan Jepang menegaskan bahwa semua tiga tahap roket tampaknya telah dipisahkan sesuai jadwal.

Namun, juru bicara Kementerian Pertahanan Kim Min-Seok mengingatkan bahwa diperlukan analisis lebih lanjut.

"Terdapat banyak faktor untuk menentukan apakah itu berhasil atau tidak, kita perlu analisis yang lebih luas. Kita perlu lebih banyak konsultasi dengan Amerika Serikat karena kemampuan kita sendiri terbatas," kata Kim kepada media.

Tidak ada komentar langsung dari Washington. Namun pemerintah Jepang mengatakan tidak dapat mentolerir peluncuran yang sangat disesalkan tersebut, dan Inggris menyesalkan keputusan Korea Utara untuk terus maju dan berusaha meningkatkan kesejahteraan warganya.

Di Seoul, Presiden Lee Myung-Bak menggelar pertemuan darurat Dewan Keamanan Nasionalnya untuk membahas implikasi dari peluncuran tersebut.

Keputusan Korut untuk meluncurkan roket di musim dingin telah menyebabkan para analis menyarankan imperatif politik di belakang waktu pelaksanaannya, yang mungkin mengesampingkan pertimbangan teknis.

Pemimpin baru Kim Jong-Un sangat tertarik mengenai peluncuran roket yang jatuh mendekati hari ulang tahun pertama kematian ayahnya, yang juga mantan pemimpin di Korut Kim Jong-II pada 17 Desember.

Sebuah peluncuran roket-3 Unha sebelumnya pada April berakhir dengan kegagalan, karena meledak tak lama setelah lepas landas.

Sebuah kesuksesan peluncuran kali ini membawa implikasi keamanan yang mendalam, pertanda kemajuan besar Korut untuk menggabungkan sebuah rudal balistik antar benua (ICBM) dengan kemampuan program senjata nuklirnya.

Pada Oktober, Korut mengatakan mereka memiliki roket yang mampu menyerang daratan Amerika Serikat, suatu klaim yang dianggap sebagai gertakan oleh para analis.

Menurut laporan pelacakan dari pasukan militer Korea Selatan dan Jepang, roket lepas landas dari pusat Sohae sekitar pukul 09.51 waktu setempat (0051 GMT).

Jepang, yang mengerahkan sistem pertahanan rudal untuk mencegat dan menghancurkan roket apabila tampak akan jatuh di wilayahnya, mengatakan bahwa rudal melewati pulau Okinawa sekitar 12 menit setelah lepas landas.

Tahap pertama dan kedua jatuh di sebelah barat laut dan barat daya semenanjung korea, sementara yang ketiga memercik turun 300 kilometer (188 mil) sebelah timur Filipina.

Korut awalnya menjadwalkan peluncuran antara 10-22 Desember, tetapi diperpanjang seminggu sebelum Senin, ketika ditemukan sebuah kekurangan teknis pada mesin kontrol tahap pertama.

Washington dan sekutunya bersikeras menganggap bahwa peluncuran roket tersebut adalah percobaan rudal balistik terselubung yang melanggar resolusi PBB terhadap dua percobaan nuklir Pyongyang 2006 dan 2009.

Pada 2006, Dewan Keamanan memberlakukan embargo terhadap bahan untuk rudal balistik dan senjata pemusnah massal Korea Utara. Hal ini juga melarang impor barang mewah dan individu serta perusahaan untuk dikenakan pembekuan aset global dan larangan perjalanan.

Pada 2009, mereka menerapkan larangan ekspor senjata Korut dan memerintahkan semua negara untuk mencari pengirim yang menjadi tersangka.

Hal tersebut mencakup peningkatan daftar lembaga keuangan, entitas dan individu tunduk pada pembekuan aset.

Banyak yang akan bergantung pada sikap yang diambil oleh pemegang hak veto PBB China, satu-satunya sekutu utama Korut dan merupakan mitra perdagangan terbesar serta penyedia bantuan.

Beijing telah menyatakan keprihatinan tentang rencana peluncuran, namun menolak sanksi PBB yang lebih keras terhadap Pyongyang yang diminta negara-negara lain.

"China menerapkan tingkat respon maksimum di Dewan Keamanan ketika datang ke Korut, jadi pada dasarnya sanksi PBB terhadap Korut adalah daftar China," kata pejabat senior pemerintah Korea Selatan.
(S038)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2012