Tokyo (ANTARA) - Kaiji Wada, salah satu warga Muslim Jepang, menceritakan pengalamannya dalam menjalankan ibadah puasa pada Ramadhan serta tantangan yang ia hadapi.

Kaiji kepada ANTARA di Tokyo, Senin, mengatakan ia sudah menjalankan puasa sejak 2017 sebelum ia memeluk agama Islam.

“Saya hanya penasaran dan ingin tahu bagaimana rasanya berpuasa seperti Muslim,” katanya.

Uniknya, ia mampu menjalankan puasa hampir sebulan penuh hanya untuk memenuhi rasa penasarannya.

“Saya berpuasa 90 persen dari sebulan itu. Waktu itu saya belum punya iman atau keyakinan Islam. Itu hanya untuk tahu bagaimana menahan lapar dan haus,” ujarnya.

Namun, sejak ia memutuskan untuk menjadi seorang Muslim dan menjalankan puasa, persepsi akan puasa itu sendiri berubah.

Menurut CEO Career Diversity itu, puasa adalah momentum untuk melihat ke dalam diri, yakni terkait mentalitas dan keyakinan.

Menurut dia, seorang Muslim yang berpuasa harus memiliki visi dapat memperbaiki diri lebih baik dari hari kemarin.

“Ketika kita berbicara tentang puasa, kita cenderung berbicara tentang makanan. Kita harus melihat lagi mengapa kita berpuasa dan membuat niat kita jelas. Ini yang kita harus jaga dalam pikiran kita untuk beribadah puasa,” katanya.

Kendati demikian, Kaiji tidak terlepas dari berbagai tantangan dalam menjalankan ibadah puasa terutama di negara minoritas Muslim, seperti Jepang.

“Tidak seperti di Indonesia, kita tidak melihat suasana Ramadhan di Jepang karena sebagian populasi Jepang adalah non-Muslim. Jadi, harus terus memotivasi diri dan menjaga iman dari diri sendiri,” katanya.

Momentum yang ia tidak lupa dalam berpuasa Ramadhan setiap tahunnya adalah durasi puasa dan perjuangan pergi ke masjid untuk berbuka bersama dan shalat tarawih.

“Seperti sahur pada pukul 2 dini hari dan berpuasa sampai pukul 6-7 sore. Untuk pergi ke masjid, butuh setidaknya 30 menit berjalan kaki dan naik kereta. Tidak mudah, tapi saya merasakan semacam prestasi saat saya menyelesaikan semua itu dalam sebulan penuh,” katanya.

Untuk itu, Kaiji memiliki kiat dalam berpuasa, terutama dalam menentukan menu berbuka dan sahur agar tetap semangat berpuasa hingga berbuka.

Dia selalu mengawali buka puasa dengan air putih dan tiga butir kurma untuk mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW dan menyantap natto, makanan khas Jepang dari kedelai, karena mudah diolah dan mengandung banyak protein.

Ia juga pernah menjalankan puasa di Indonesia di mana nuansa Ramadhan sangat kental, mulai dari banyak yang berjualan takjil di pinggir jalan, diskon Ramadhan dan Lebaran di berbagai pusat perbelanjaan, hingga jam kerja yang disesuaikan selama bulan suci tersebut.

Meskipun di Negeri Sakura tidak ada hal-hal semacam itu, keluarga dan teman-temannya tetap mendukung dengan tidak mengadakan pertemuan yang diikuti makan bersama selama Ramadhan.

Kaiji berpesan kepada sesama Muslim, terutama mualaf, di manapun berada untuk tetap semangat dalam menjalankan ibadah puasa Ramadhan.

“Siapapun kalian, dari negara manapun kalian berasal, kita tetap berpuasa Ramadhan. Mari kita sebarkan berbagai informasi, pengalaman dan inspirasi baik bersama. Ini yang memotivasi kami siapapun kalian. Bismillah,” katanya.

Baca juga: Ulama asli Jepang silaturahmi dengan Muslim Indonesia di Tokyo
Baca juga: Diaspora galang dana untuk bangun masjid Indonesia di Yokohama
Baca juga: KMII harap kajian Ustaz Hanan Attaki penyemangat pemuda WNI di Jepang

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023