Namun, belum tentu polisi merupakan aktor pelanggar HAM yang utama
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat dari 5.422 pengaduan pelanggaran HAM sepanjang 2012, polisi paling banyak diadukan sebagai pelaku pelanggaran.
"Polisi aktor terbanyak yang dilaporkan masyarakat melanggar HAM. Namun, belum tentu polisi merupakan aktor pelanggar HAM yang utama," ujar Ketua Komnas HAM Otto Nur Abdullah saat memaparkan Catatan Akhir Tahun 2012 di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa.
Menurut Otto, terdapat 1.635 berkas pengaduan pelanggaran HAM oleh polisi, diantaranya terkait penahanan dan penangkapan (134 berkas), diskriminasi hukum dalam penyidikan (893 berkas), penembakan dan kekerasan (104 berkas), serta penyiksaan dalam pemeriksaan (39 berkas).
Komnas HAM memandang bahwa penyiksaan merupakan kejahatan serius yang sudah terjadi dalam jangka waktu yang lama, terpola, dan sistematik pada tubuh kepolisian.
Namun, lanjut Otto, kejahatan tersebut tidak bisa diproses, karena adanya kekosongan hukum. Oleh karena itu, Komnas HAM merekomendasikan pemerintah segera menyusun UU Anti-Penyiksaan, yang sejalan dengan semangat Konvensi Antipenyiksaan.
Sementara di urutan ke dua yakni perusahaan. Perusahaan dianggap sebagai aktor pelanggar HAM dengan jumlah berkas pengaduan yang masuk sebanyak 1.009, diantaranya tentang sengketa lahan (399 berkas), ketenagakerjaan (276 berkas), dan lingkungan (72 berkas).
"Angka-angka ini merefleksikan bahwa perusahaan merupakan aktor nonnegara yang memiliki potensi besar menjadi aktor pelanggar HAM," ujarnya.
Perusahaan merupakan aktor nonnegara yang memiliki kapasitas ekonomi potensial dalam upaya pemajuan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya warga, namun dalam kenyataannya operasi perusahaan justru lebih banyak membawa dampak negatif terhadap HAM.
Komnas HAM mencatat operasi perusahaan besar, baik BUMN maupun swasta yang bergerak di sektor perkebunan dan eksploitasi sumber daya alam kerap melahirkan kerusakan lingkungan, buruknya kualitas kesehatan warga, ketimpangan kepemilikan dan tergusurnya masyarakat adat, yang akhirnya bermuara pada maraknya konflik dan kekerasan sosial antara warga dan perusahaan.
Oleh karena itu, tambah dia, Komnas HAM merekomendasikan pemerintah untuk bersama-sama Komnas HAM membangun pedoman dan rencana regulasi nasional tentang tanggung jawab perusahaan terhadap penghormatan, perlindungan dan pemilihan HAM.
Konflik Agraria
Terkait konflik agraria, lanjut Otto, Komnas HAM mencatat pada Januari hingga November 2012, pengaduan terbanyak terkait isu sengketa hak atas tanah dan sumber daya alam lainnya, yakni sebanyak 1.064 berkas pengaduan.
"Kasus sengketa tanah disebabkan pada tumpah tindihnya aturan. Reforma agraria yang dicanangkan pemerintah pada awal 2012 berhenti di tahap rencana dan belum diimplementasikan," papar Otto.
Komnas HAM menilai penataan kepemilikan lahan berbasis kerakyatan menjadi agenda mendesak dan penting untuk mencegah sengketa lahan, yang dapat berujung pada kekerasan sosial.
"Negara perlu membentuk lembaga independen yang memiliki tupoksi jelas dan waktu tertentu untuk menyelesaikan sengketa agraria yang sudah berlangsung sejak jaman penjajahan dan hingga kini," tutur Otto.
(S037/C004)
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2012
maju terus
pantang mundur