Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 83 orang narapidana telah dijatuhi hukuman mati selama kurun waktu tahun 2000 hingga pertengahan 2006, tapi hanya tujuh orang dari jumlah tersebut yang telah menjalani eksekusi dan satu orang meninggal sebelum eksekusi.
"Sehingga saat ini di seluruh Indonesia ada 75 orang napi yang masih menunggu waktu pelaksanaan eksekusi mati," kata Direktur Upaya Eksekusi dan Eksaminasi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Andhi Winarto SH MM dalam acara diskusi panel di Jakarta, Selasa.
Dari jumlah 83 terpidana mati tersebut, kata dia, sebanyak 45 orang dihukum mati akibat tindak kejahatan terhadap orang dan harta benda seperti pembunuhan berencana dan perampokan disertai pembunuhan.
"Selebihnya dipidana mati karena melakukan kejahatan terhadap keamanan dan ketertiban umum meliputi kejahatan narkoba sebanyak 35 orang dan terorisme tiga orang," katanya.
Ia menyebutkan, pada tahun 2001 telah dilakukan eksekusi mati terhadap Gerson Pande dan Fredik Soru dari Nusa Tenggara Timur. Lalu berlanjut ditahun 2004 eksekusi mati dijalankan terhadap Ayodya Prasad, Saelow Prasert, dan Namsong Sirilak dari Sumatera Utara.
Kemudian tahun 2005, eksekusi mati dilaksanakan pada Turmudi bin Kasturi dari Jambi dan Astini dari Jawa Timur.
Sementara itu, Kejaksaan mencatat telah terjadi empat kasus pelarian terpidana mati yang hingga kini tidak diketahui keberadaannya.
"Contohnya adalah Gunawan Santoso terpidana mati kasus pembunuhan bos Asaba yang baru-baru ini melarikan diri dari LP Narkotika Cipinang, Jakarta," ujarnya.
Banyaknya jumlah terpidana mati yang belum melaksanakan eksekusi, kata Andhi, disebabkan sebagian dari mereka masih menjalani berbagai proses hukum mulai dari Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali hingga Grasi.
Ia mengakui pelaksanaan pidana mati di Indonesia terkesan lamban, tapi hal tersebut disebabkan mekanisme penyelesaian perkara di pengadilan memakan waktu cukup lama.
"Selain itu adanya kelemahan hukum yang tidak mengatur ketentuan PK dulu atau Grasi dulu, termasuk tidak adanya batasan waktu pengajuan keduanya," tambahnya.
Sementara itu, menyikapi pemberlakuan hukuman mati di Indonesia, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Abdul Hakim Garuda Nusantara menilai hal tersebut dapat dijadikan senjata popularitas oleh pemerintah.
"Ketika tekanan publik meningkat untuk dilakukan hukuman mati, pemerintah cenderung menyikapinya secara politis demi popularitas," katanya.
Ia mengatakan, selama ini di Indonesia yang menjadi target hukuman mati adalah orang dengan ekonomi lemah atau posisi politiknya kurang kuat.
Oleh karena itu, ia mengharapkan penerapan hukuman mati dapat segera diakhiri di Indonesia karena melanggar hak asasi manusia.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006