Moskow (ANTARA) - Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov pada Jumat mengatakan bahwa tidak menutup kemungkinan Barat akan menjadikan China sebagai target mereka berikutnya setelah Rusia.
"Mereka tidak menutup kemungkinan bahwa ketika Rusia, seperti yang mereka katakan, kalah, China akan menjadi target berikutnya," kata Lavrov dalam konferensi pers bersama Menlu Turki Mevlut Cavusoglu di Ankara.
"Juga negara mana pun yang berani bertindak secara independen dan memutuskan kepentingan nasionalnya, dan tidak mengikuti apa yang telah ditetapkan AS dan negara-negara Barat lainnya," ujar dia.
Lavrov menambahkan bahwa pernyataan negara-negara Barat, yang terus memasok senjata ke Kiev dan menolak mengumumkan gencatan senjata, telah menunjukkan bahwa mereka tidak ingin benar-benar menyelesaikan konflik Ukraina.
Dia juga memperingatkan bahwa jika bagian Rusia dalam Kesepakatan Laut Hitam, atau yang dikenal dengan Black Sea Grain Initiative, tidak dilaksanakan maka Moskow akan mempertimbangkan untuk mengubah pendiriannya dan melanjutkan ekspor biji-bijian melalui Turki dan Qatar.
"Kami terpaksa sedikit melakukan eskalasi dan memperpanjang inisiatif ekspor biji-bijian selama 60 hari. Jika tidak ada kemajuan lebih lanjut, kami akan berpikir ulang," kata Lavrov.
Kesepakatan Laut Hitam ditandatangani PBB, Turki, Rusia, dan Ukraina di Istanbul, Turki, pada 22 Juli 2022. Perjanjian itu menciptakan prosedur untuk melanjutkan ekspor biji-bijian dari tiga pelabuhan Laut Hitam Ukraina dengan aman guna mengatasi krisis pangan global.
Ekspor hasil pertanian Ukraina dan Rusia sempat terhenti sementara setelah perang Rusia di Ukraina pada Februari 2022.
Inisiatif itu diperpanjang selama 120 hari pada November 2022, dan tambahan 60 hari pada Maret.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Presiden Rusia dan Belarus berkomitmen perkuat integrasi
Baca juga: Lavrov: Rusia dan AS ada di fase perang yang memanas
Baca juga: Putin sebut hubungan Rusia-AS dalam kondisi "krisis yang serius"
Penerjemah: Shofi Ayudiana
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023