Denpasar (ANTARA) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Bali mencatat ada 2.469 kasus demam berdarah dengue (DBD) selama tiga bulan pertama tahun 2023, dimana angkanya menunjukkan tren penurunan.
"Kalau kita lihat secara umum, artinya provinsi itu sebenarnya dari Januari hingga Maret sudah ada penurunan, tapi memang di beberapa kabupaten ada yang mengalami peningkatan," kata Kasi Penanggulangan Penyakit Dinkes Bali I Nyoman Sudiyasa di Denpasar, Jumat.
Penurunan kasus demam berdarah yang terjadi terlihat dari angka secara keseluruhan, dimana pada Januari terjadi 939 kasus dengan tiga orang meninggal dunia, Februari 820 kasus dengan satu meninggal dunia, dan Maret 710 kasus dengan satu meninggal dunia.
Baca juga: Dinkes Bali: Selama Januari 2023 kasus demam berdarah meningkat
Berdasarkan data yang dihimpun Dinkes Bali, pasien terbanyak selama tiga bulan pertama di tahun 2023 berasal dari Kota Denpasar, yaitu 781 kasus, disusul Buleleng dengan 369 kasus, Badung 305 kasus, Klungkung 231 kasus, Jembrana 210 kasus, Gianyar 196 kasus, Karangasem 156 kasus, Tabanan 154 kasus, dan Bangli 67 kasus.
Meskipun Denpasar menjadi wilayah dengan penyumbang kasus tertinggi, penurunan justru terjadi di sana, yaitu dari Januari 296 kasus menjadi 255 kasus di Februari dan 230 kasus di Maret 2023.
Sementara itu, Bangli dengan kasus terkecil justru mengalami peningkatan, dari 17 kasus pada Januari, 17 kasus pada Februari dan 33 kasus pada Maret.
Sudiyasa menyebut kondisi ini banyak dipengaruhi oleh musim, selain itu kesadaran masyarakat terhadap gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) juga dinilai penting.
"Kita tahu DBD itu tidak ada obatnya, tidak ada vaksin yang direkomendasikan untuk mencegah DBD. Yang bisa kita kerjakan untuk pengendalian demam berdarah adalah pengendalian vektornya, artinya mencegah penyebaran nyamuk aedes aegepty di masyarakat, cara paling mudah menekan populasinya adalah dengan PSN," ujarnya.
Selama ini Dinkes Bali telah berupaya menjalankan program tersebut, namun dibutuhkan peran masyarakat untuk lingkungannya, karena tidak bisa seluruhnya dilakukan pemerintah sendiri.
Baca juga: Empat pasien meninggal karena DBD di Bali
Baca juga: Guru besar Unair temukan senyawa tanaman obat antikanker dan DBD
Selai upaya pencegahan, Sudiyasa menjelaskan bahwa penurunan kasus selama tiga bulan juga dibarengi dengan Penyelidikan Epidemiologi (PE) atau kegiatan turun ke lapangan.
"Turun ke lapangan memastikan pasien tertularnya dimana, apakah rumah atau tempat aktivitas seperti sekolah atau kantor, itu nanti hasil rekomendasinya apakah fogging atau cukup PSN,"katanya.
Apabila hasil rekomendasi menunjukkan harus dilakukan fogging, lanjutnya, akan dilakukan penyemprotan di fokus lokasi dengan radius 100-200 meter.
"Tapi, tidak melupakan PSN-nya, karena kalau itu (fogging) saja yang dibunuh nyamuk dewasa saja, jentik-jentiknya tidak mati, makanya gerakan paling penting adalah PSN dan harus melibatkan masyarakat," kata dia.
Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023