Yogyakarta (ANTARA News) - Pemerintah pusat maupun daerah dinilai masih lambat bergerak untuk mengatasi kondisi pascabencana gempa bumi yang melanda wilayah Daerah Isimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah, Sabtu pagi (27/5). "Hingga kini disinyalir masih banyak wilayah yang belum tersentuh bantuan sama sekali dari pemerintah," kata Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tifatul Sembiring ketika meninjau kesiapan Posko Induk Bencana Gempa DPW PKS DIY Jl Tut Ipda Harsono Yogyakarta, Selasa. Menurut dia, sampai hari keempat, pemerintah masih lambat dalam menyalurkan bantuan untuk pengungsi. Distribusi kebutuhan pokok, seperti tenda dan makanan banyak yang tersebar secara tidak merata. "Bahkan ada beberapa daerah di Kecamatan Pundong, Imogiri, dan Wonokromo, Kabupaten Bantul yang belum tersentuh bantuan sama sekali," katanya. Ia mengatakan, meskipun pemerintah sering memberikan pernyataan telah menyalurkan bantuan, namun kenyataan di lapangan relatif tidak signifikan. "Pemerintah seharusnya dapat bertindak tanggap dan cepat. Para korban bencana jangan sampai terlantar terlalu lama gara-gara terhambat birokrasi dan urusan protokoler," katanya. Ia menegaskan, urusan penanganan bencana itu jelas merupakan tugas pemerintah. Bantuan pihak ketiga seperti ormas, parpol, maupun perusahaan hanya sebatas membantu. Dalam hal ini, PKS tetap "concern" untuk membantu meringankan para korban bencana. Sekitar 1.000 relawan lebih dari DIY, Jateng, Jatim, dan propinsi lain telah dikerahkan di puluhan posko, baik di Yogyakarta, Bantul maupun Klaten. "Program PKS meliputi tahapan tanggap darurat, pemulihan, dan rehabilitasi," katanya. Tifatul juga mempertanyakan keberadaan Sultan Hamengku Buwono X sebagai Gubernur dan pelindung masyarakat DIY, karena dari pantauan media, pihaknya belum pernah melihat bagaimana komentar dan respons orang nomor satu di DIY itu terhadap bencana tersebut. "Seharusnya Sultan lebih tanggap terhadap keadaan para korban bencana, bahkan jika perlu berkeliling daerah agar bisa memberikan bantuan secara cepat," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006