supaya masyarakat tidak mudah mempercayai iming-iming yang dijanjikan orang lainJakarta (ANTARA) - Asisten Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan TPPO Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Priyadi Santosa meminta aparat desa hingga pemerintah daerah agar gencar menyosialisasikan tentang tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
"Karena banyak datangnya pendatang ke kota-kota besar, aparat desa, pemkab, hingga Pemprov agar menyosialisasikan tentang proses, cara, tujuan TPPO agar masyarakat menjadi waspada," kata Priyadi Santosa dalam webinar bertajuk "Petaka Perempuan Desa Terjebak Pesona Ibukota, Pasca Mudik Hari Raya", di Jakarta, Kamis.
Pemahaman tentang TPPO ini penting seiring tingginya arus urbanisasi yang tidak dibarengi dengan bekal keahlian dan keterampilan warga pendatang.
Kondisi tersebut kemudian banyak dimanfaatkan oleh oknum yang menjebak warga pendatang pada TPPO.
"Supaya masyarakat tidak mudah mempercayai iming-iming yang dijanjikan orang lain/perusahaan," kata Priyadi Santosa.
Baca juga: Mahfud sebut 50 persen kasus TPPO di Indonesia libatkan anak-anak
Baca juga: Warga pendatang usai Lebaran diminta punya keahlian dan keterampilan
Priyadi Santosa mengatakan faktor utama terjadinya TPPO antara lain kebiasaan merantau untuk memperbaiki nasib, budaya hidup yang konsumtif, perkawinan anak, dan adanya diskriminasi dan persoalan gender.
Sementara faktor pendorong-nya adalah kemiskinan, pengangguran, rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, minim-nya perlindungan sosial dari keluarga dan masyarakat terhadap anak-anak dan remaja, serta putus sekolah.
Priyadi Santosa menambahkan indikator TPPO diantaranya tidak menerima upah, tidak dapat mengelola sendiri upah yang diterima, adanya jeratan utang, dan pembatasan atau perampasan kebebasan bergerak.
Kemudian korban tidak diperbolehkan berhenti bekerja, korban diisolasi atau ada pembatasan kebebasan untuk mengadakan kontak dengan orang lain, korban ditahan atau tidak diberikan pelayanan kesehatan, makanan yang memadai, dan lain-lain.
Baca juga: Anggota Komisi IX minta pemerintah upayakan pemulangan PMI korban TPPO
Priyadi Santosa mengatakan faktor utama terjadinya TPPO antara lain kebiasaan merantau untuk memperbaiki nasib, budaya hidup yang konsumtif, perkawinan anak, dan adanya diskriminasi dan persoalan gender.
Sementara faktor pendorong-nya adalah kemiskinan, pengangguran, rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, minim-nya perlindungan sosial dari keluarga dan masyarakat terhadap anak-anak dan remaja, serta putus sekolah.
Priyadi Santosa menambahkan indikator TPPO diantaranya tidak menerima upah, tidak dapat mengelola sendiri upah yang diterima, adanya jeratan utang, dan pembatasan atau perampasan kebebasan bergerak.
Kemudian korban tidak diperbolehkan berhenti bekerja, korban diisolasi atau ada pembatasan kebebasan untuk mengadakan kontak dengan orang lain, korban ditahan atau tidak diberikan pelayanan kesehatan, makanan yang memadai, dan lain-lain.
Baca juga: Anggota Komisi IX minta pemerintah upayakan pemulangan PMI korban TPPO
Baca juga: BP2MI sebut pelaku TPPO sebagai musuh negara
Ada pemerasan atau ancaman pemerasan terhadap keluarga atau anak-anak korban, ancaman penggunaan kekerasan, ditemukan tanda-tanda kekerasan fisik, korban diharuskan bekerja dalam kondisi yang sangat buruk dan atau harus bekerja untuk jangka waktu yang sangat panjang.
Korban tidak membayar sendiri atau mengurus sendiri perjalanan, visa, paspor, serta tidak memegang sendiri surat-surat identitas diri atau dokumen perjalanannya, menggunakan paspor atau identitas palsu yang disediakan oleh pihak ketiga, serta eksploitasi pelacuran.
"Dengan sosialisasi tentang TPPO, misalnya nanti masyarakat menghadapi kejadian, kok dipalsukan identitas-nya. Masyarakat harus bisa menyadari itu (TPPO)," kata Priyadi Santosa.
Baca juga: Anggota Komisi I DPR apresiasi Polri ungkap TPPO ke Timur Tengah
Ada pemerasan atau ancaman pemerasan terhadap keluarga atau anak-anak korban, ancaman penggunaan kekerasan, ditemukan tanda-tanda kekerasan fisik, korban diharuskan bekerja dalam kondisi yang sangat buruk dan atau harus bekerja untuk jangka waktu yang sangat panjang.
Korban tidak membayar sendiri atau mengurus sendiri perjalanan, visa, paspor, serta tidak memegang sendiri surat-surat identitas diri atau dokumen perjalanannya, menggunakan paspor atau identitas palsu yang disediakan oleh pihak ketiga, serta eksploitasi pelacuran.
"Dengan sosialisasi tentang TPPO, misalnya nanti masyarakat menghadapi kejadian, kok dipalsukan identitas-nya. Masyarakat harus bisa menyadari itu (TPPO)," kata Priyadi Santosa.
Baca juga: Anggota Komisi I DPR apresiasi Polri ungkap TPPO ke Timur Tengah
Baca juga: Bareskrim ungkap dua jaringan TPPO PMI ilegal ke Timteng
Baca juga: Mahfud MD bakal ke Batam tindak tegas kasus perdagangan orang
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2023