Ke depan fokus dalam penertiban tambang emas ilegal di wilayah Solok Selatan. Upaya ini perlu dukungan berbagai elemen di daerah,"
Padang (ANTARA News) - Jajaran Kepolisian Daerah Sumatera Barat tetap fokus dalam penertiban berbagai jenis aktivitas penambangan liar di provinsi itu, termasuk tambang emas ilegal di hulu aliran Sungai Batanghari, Kabupaten Solok Selatan.
"Ke depan fokus dalam penertiban tambang emas ilegal di wilayah Solok Selatan. Upaya ini perlu dukungan berbagai elemen di daerah," kata Kapolda Sumbar Brigjen (Pol) Wahyu Indra Pramugari dalam forum rapat fasilitasi pimpinan daerah di Padang, Jumat.
Menurut dia, aktivitas tambang liar berdampak terhadap lingkungan dan melanggar aturan yang berlaku serta cukup berpotensi menimbulkan konflik.
Oleh karena itu, upaya penertiban terus dilakukan dan dibutuhkan sinergitas semua elemen masyarakat di kabupaten dan kota di Sumbar.
Jajaran kepolisian Sumbar, tambahnya, akan terus menggencarkan operasi untuk penertiban aktivitas penambangan liar, salah satu langkahnya dengan menghalau petambang yang datang dari luar Sumbar.
"Selain itu, target nol penambangan liar dan pembalakan ilegal serta zero maksiat sudah menjadi komitmen dan visi kita untuk pemberantasannya, bahkan sudah ada nota kesepahaman antara Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumbar dengan Dinas Kehutanan, Dinas ESDM dan Bapedalda provinsi," katanya.
Data Polda mencatat sejumlah Izin Usaha Pertambangan (IUP) eksplorasi dan IUP produksi yang tumpang tindih di Sumbar.
Di Padang terdapat empat IUP produksi dengan potensi konflik di kawasan Karang Putih, Indarung, sedangkan di Padang Pariaman delapan IUP produksi, di Pasaman 18 IUP ekplorasi dan tujuh IUP produksi.
Di Pesisir Selatan lima IUP eksplorasi dan 16 IUP produksi dengan titik rawan konflik di Tarusan, Pancung Soal, Surantih dan Tapan. Di Tanah Datar aktivitas tambang dengan dua IUP ekplorasi dan dua IUP produksi dengan potensi rawan di Kecamatan Lintau Buo, Lintau Buo Utara dan Kecamatan Rambatan.
Sementara di Sijunjung terdapat empat IUP eksplorasi dan 19 IUP produksi, serta 36 Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dengan titik rawan konflik di Kecamatan Kamang Baru dan Koto VII Kupitan.
Di Agam satu IUP eksplorasi dan empat IUP produksi, Limapuluh Kota empat IUP eksplorasi, 24 IUP produksi di antaranya 14 IUP yang tumpang tindih. Wilayah rawan konflik tersebar di Kecamatan Pangkalan, Tanjung Balik, Kapur IX dan Gunung Omeh.
Berikut di Pasaman Barat dari 11 IUP produksi terdapat dua yang tumpang tindih, Sawahlunto satu IUP ekploitasi dan 13 IUP produksi dengan titik rawan konflik di Bukit Asam, Perambahan Talawi Kota, batu Rangkah Talawi, Kumanis Atas Talawi dan Durian Tinggi Kolok.
Selanjutnya di Dharmasraya tujuh IUP yang eskplorasi dan 18 IUP produksi dengan daerah rawan konflik di Sinamar, Kecamatan Sungai Rumbai dan Timpeh, Sitiung.
Kabupaten Solok terdapat empat jumlah IUP eksplorasi dan 22 IUP produksi dengan wilayah rawan konflik di Kecamatan Pantai Cermin, Lembah Gumanti dan Lolo.
Kemudian di Solok Selatan sebanyak 12 IUP eksplorasi dan 23 IUP produksi dikelolah perusahaan di antaranya PT. Niaga Inti Mineral (NIM), PT. GPP, PT. Talatum, PT. Gasing dan PT. GSS serta PT. Minagasapek.
Wilayah rawan konflik di hulu Sungai Batanghari, Batang Bangko, Batang Kunyit dan Koto Parik Gadang dan Sungai Pagu.
"Langkah-langkah dalam tiga zero di atas telah dan terus dilakukan preemtif, deteksi dini, penyuluhan, penerangan dan imbauan untuk mengelola dan memanfaatkan hasil hutan dan pertambangan secara tertib. Maka diharapkan masukan dari pimpinan daerah dan komponen lainnya," katanya.
(KR-SA/R014)
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2012