Jakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI agar merevisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 33 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu.
"Kami sudah mendorong KPU untuk merevisi PKPU tentang Kampanye Pemilu," ujar Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja saat memberikan keterangan pers di Media Center Bawaslu RI, Jakarta, Kamis.
Menurut Bagja, PKPU tentang Kampanye Pemilu itu perlu direvisi karena ketentuan-ketentuan yang ada di dalamnya merujuk pada penyelenggaraan Pemilu 2019, sedangkan penyelenggaraan Pemilu 2024 memiliki sejumlah perbedaan dengan Pemilu 2019.
Perbedaan tersebut, di antaranya terkait dengan jangka waktu atau masa sosialisasi dan kampanye. Pada Pemilu 2024, kata Bagja, masa sosialisasi lebih lama dibandingkan dengan masa kampanye.
"Masa sosialisasi (Pemilu 2024) lebih panjang daripada masa kampanye, sedangkan pada Pemilu 2019, masa kampanye lebih panjang daripada massa sosialisasi. Itu perbedaan yang sangat mendasar," ucap dia.
Dengan demikian, Bagja menyampaikan revisi terhadap PKPU No. 33/2018 menjadi penting untuk dilakukan guna memperbarui ketentuan-ketentuan terkait dengan kampanye dan sosialisasi pada Pemilu 2024.
Sebelumnya, Bagja menyampaikan imbauan Bawaslu RI untuk para partai politik peserta Pemilu 2024 di tengah masa sosialisasi ini. Bawaslu mengingatkan kepada seluruh partai politik peserta Pemilu 2024 ataupun pihak-pihak terkait lainnya agar tidak melakukan politik transaksional, seperti membagikan uang yang dapat terindikasi politik uang.
"Bawaslu mengingatkan kepada partai politik peserta pemilu ataupun pihak-pihak lain untuk tidak melakukan politik transaksional, seperti membagi-bagikan uang yang dapat terindikasi politik uang," ujarnya.
Jika partai politik peserta Pemilu 2024 ataupun pasangan calon presiden/wakil presiden melakukan politik transaksional, terutama setelah penetapan calon anggota legislatif dan pasangan calon presiden/wakil presiden, hal itu berimplikasi pada sanksi pembatalan sebagai peserta pemilu.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 286 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Bahkan, apabila praktik politik transaksional itu terbukti, sebagaimana diatur dalam Pasal 285 UU Pemilu, pelaku dapat dijatuhkan sanksi administratif berupa pembatalan dari daftar calon tetap atau pembatalan penetapan sebagai calon terpilih.
Baca juga: Bawaslu RI ingatkan parpol agar tidak lakukan politik transaksional
Baca juga: Bawaslu: Tak ada pelanggaran pemilu dalam pembagian amplop di Sumenep
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023