Jakarta (ANTARA News) - Juru bicara FPDIP Hasto Kristianto mengatakan, meski upaya menggagalkan pengelolaan Blok Cepu oleh ExxonMobil melalui hak angket DPR kandas di tengah jalan, partainya tetap akan terus berjuang melalui jalan hukum, yakni
judicial review.
Dalam rapat paripurna DPR yang dipimpin Wakil Ketuanya Zaenal Maarif di Jakarta, Selasa, Hasto mengatakan bahwa pihaknya akan mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk melakukan uji legitimasi PP No. 35/2004 dan PP 24/2005 yang menjadi dasar bagi penunjukan ExxonMobil sebagai operator utama Blok Cepu.
Hasto berpendapat, FPDIP yang memperjuangkan lolosnya usul hak angket mengenai Blok Cepu telah mendapat kepungan dari fraksi-fraksi lain yang menolak usulan tersebut.
Menurut dia, DPR saat ini sangat mengkhawatirkan karena terbukti menjadi `cap stempel` pemerintah. "DPR bukan tempat untuk memperjuangkan aspirasi rakyat lagi. Kepentingan bangsa telah diabaikan," katanya.
Bagi Hasto, penunjukan ExxonMobil dalam operasi Blok Cepu sama saja dengan mempermiskin bangsa sendiri dan memperkaya bangsa yang sudah kaya.
Dia meminta semua pihak untuk memikirkan kembali semua perjanjian soal migas dengan negara asing yang telah menghisap sumber daya alam milik generasi mendatang.
"Kenapa kita tak bisa seperti Venezuela dan Malaysia yang sanggup mengelola minyak milik sendiri," demikian kata Hasto.
Juru Bicara Fraksi Partai Golkar Syamsul Bachri yang membacakan pandangan fraksinya mengatakan bahwa penunjukan ExxonMobil sebagai operator Blok Cepu sudah sesuai dengan aturan yang berlaku dan negara tak dirugikan, malah diuntungkan karena mendapat kompensasi senilai 400 juta dolar AS.
Pengalihan kontrak dengan ExxonMobil dari "technical assistance" menjadi "joint operation" juga tidak menyalahi aturan, kata Syamsul.
Tapi Hasto menilai pengalihan kontrak itu sama saja dengan menjadikan Exxon yang semula sebagai "pembantu" lalu berubah menjadi "majikan".(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006