"Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak konsep budaya tabu, mitos, maupun legenda terutama terkait lingkungan," kata Kepala Pusat Riset Bahasa, Sastra, dan Komunitas BRIN Ade Mulyanah dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
Pada 2022, Pusat Riset Bahasa, Sastra, dan Komunitas BRIN telah menerbitkan 13 karya buku Bunga Rampai.
Sebuah buku bertajuk "Potret Lingkungan dalam Tradisi Lisan Nusantara" menggali kekayaan tradisi lisan nusantara yang mengandung pengetahuan dan kearifan lingkungan dari berbagai latar belakang kebudayaan.
Baca juga: ATL : Tradisi lisan harus berubah mengikuti perkembangan zaman
Cerita Entit bersumber dari cerita Panji Asmara Bangun dari Kerajaan Jenggala dan tokoh-tokoh lainnya di Desa Banjarsari yang ada dalam cerita tersebut.
Cerita itu menggambarkan tokoh Entit yang melakukan perubahan banyak hal terhadap lingkungan di sekitarnya.
Banjarsari yang merupakan sebuah desa jauh dari perkotaan yang tadinya gersang dengan rakyatnya hidup miskin dan malas bekerja, kemudian diubah menjadi sebuah desa yang maju dan makmur.
Pertumbuhan ekonomi desa itu menjadi tinggi sebab keteladanan Entit yang rajin bercocok tanam.
Pesan yang dapat dipetik dari cerita itu manusia wajib mengolah lahan yang tadinya gersang menjadi subur. Artinya, bercocok tanam membawa kemakmuran bagi penduduk di sekitarnya.
Penulis lainnya yang bernama Binar Kurniasari Febrianti bercerita tentang ekologi sastra dalam cerita rakyat Bukit Kelam.
Baca juga: Puri Kauhan Ubud menggelar workshop film cerita rakyat Bali
Peristiwa terbentuknya Bukit Kelam dianggap benar-benar terjadi oleh masyarakat setempat. Tokoh-tokoh yang terdapat dalam cerita Bukit Kelam dianggap sebagai manusia sakti seperti Dewa tetapi tidak dianggap suci.
Cerita legenda itu memiliki latar tempat yang berkaitan erat dengan ekologi.
Dalam cerita legenda tersebut dimunculkan dua tokoh antagonis dan protagonis. Tokoh antagonis dilakonkan Bujang Beji sebagai perusak lingkungan melalui penangkapan ikan dengan tidak lazim, sedangkan, tokoh protagonis Temenggung Marubai yang mempunyai sifat penolong, berhati mulia, dan rendah hati. Marubai inilah yang mengajarkan bagaimana menjaga populasi ikan di sungai agar tetap lestari.
"Pesan dari cerita legenda ini tentu berlaku untuk semua orang, bahwa kita harus menyadari ketergantungan manusia dengan alam atau sebaliknya, sehingga kita berkewajiban menjaga kelestarian sumber daya alam dengan lebih arif dan bijaksana," kata Binar.
Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra BRIN Herry Jogaswara menyampaikan tentang persepsinya dalam membaca buku-buku terkait lingkungan dalam tradisi lisan nusantara.
Baca juga: Cerita rakyat bantu anak berkenalan dengan kebudayaan Indonesia
Baca juga: Buku cerita bergambar jadi media belajar dan inspirasi baru anak
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2023