Direktur Pengurangan Sampah dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 Kementerian LHK Sinta Saptarina Soemiarno mengatakan Indonesia mengimpor 3,34 juta ton bahan baku plastik dan kertas per tahun.
"Dari data penelitian kami, kebutuhan bahan baku plastik dan kertas daur ulang untuk industri di Indonesia perlu sekitar 7,6 juta ton per tahun. Sayangnya, jumlah ini tidak bisa terpenuhi, sehingga harus impor sebesar 3,34 juta ton per tahun," kata Sinta di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Menumbuhkan kesadaran masyarakat lewat Kampung Pilah Sampah
Baca juga: Yogyakarta manfaatkan momentum HPSN kuatkan komitmen pilah sampah
Sampah tercampur itu mengakibatkan tingginya pengotor yang berpengaruh terhadap harga jual. Ketika botol plastik dalam keadaan bersih dan kering, maka harganya lebih tinggi dibandingkan botol yang sudah tercampur di TPA.
"Jadi, kuncinya adalah pemilahan sampah di sumbernya dan perlu sekali peningkatan kualitas dan kuantitasnya dalam upaya pemilihan dan pengumpulan," ujar Sinta.
Dari total potensi 19,8 juta ton sampah plastik dan kertas, jumlah sampah plastik mencapai 12,5 juta ton atau setara 12,5 persen dari keseluruhan sampah yang menumpuk di TPA. Sedangkan, sampah kertas sebanyak 7,3 juta ton atau setara 10,6 persen.
Kementerian LHK mencatat komposisi penggunaan sampah plastik dan kertas daur ulang masih terbilang rendah berada pada angka 46 persen.
Oleh karena itu, pemerintah mendorong pertumbuhan bank sampah maupun sociopreneur untuk membantu proses pemilihan sampah di Indonesia
Jumlah bank sampah di Indonesia saat ini tercatat ada sebanyak 13.716 unit. Sementara itu, jumlah sociopreneur yang bergerak di bidang pengurangan dan penanganan sampah di Indonesia tercatat mencapai 209 pelaku usaha.
Undang-Undang Pengelolaan Sampah Nomor 18 tahun 2008 menegaskan bahwa setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan wajib menangani sampah dengan cara berwawasan lingkungan.
Kegiatan pengurangan sampah yang dikenal dengan reduce, reuse, dan recycle (3R) atau pembatasan timbulan sampah dan pemanfaatan kembali sampah, serta mendaur ulang sampah tersebut.
Pemerintah mulai dari pusat hingga daerah, pelaku usaha yang memproduksi kemasan produk, maupun masyarakat juga berperan untuk mengurangi dan menangani sampah di Indonesia.
Saat ini regulasi pengurangan dan penanganan sampah di Indonesia sudah terbilang lengkap mulai dari undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri hingga peraturan pemerintah daerah.
Pada 2025, Indonesia menargetkan mampu menangani sampah 70 persen dan mengurangi sampah hingga 30 persen. Komitmen itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah.
Bahkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 mengamanatkan pengurangan 70 persen sampah plastik di laut pada tahun 2025.
Sinta menuturkan bahwa pemerintah meminta produsen untuk membuat peta jalan pengurangan sampah dengan menargetkan pengurangan 30 persen kemasan dan produk pada tahun 2029.
Di tahun yang sama, Indonesia juga menargetkan pengurangan styrofoam dan alat makan sekali pakai.
"Jadi yang dilakukan adalah intervensi perubahan perilaku dengan gaya hidup minim sampah, pengurangan sampah dari sumber, penegakan hukum, kemudian kewajiban produsen atas kemasannya, kemudian kita ingin meningkatkan recycling rate, meningkatkan sarana dan prasarana pengolahan sampah, serta meningkatkan dan memutakhirkan database," kata Sinta.
Baca juga: Peringati Hari Peduli Sampah, Unilever ajak pilah plastik
Baca juga: Komunitas MCC beri edukasi pilah sampah kepada anak PAUD di Ambon
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023