Jakarta (ANTARA News) - Mantan Direktur II Ekonomi Khusus Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, Brigjen Pol. Samuel Ismoko (57), melalui eksepsinya yang diajukan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, menyatakan menolak dakwaan korupsi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Kami berkesimpulan dakwaan primer dan subsider terhadap terdakwa kabur, tidak diurai secara rinci dan harus dibatalkan," kata kuasa hukum Ismoko, Juniver Girsang saat membacakan eksepsi di PN Jakarta Selatan, Selasa.
Ismoko diancam pidana penjara seumur hidup bila terbukti melakukan korupsi saat menangani perkara L/C fiktif PT Gramarindo Grup pada BNI cabang Kebayoran Baru . Penerimaan dana dalam penyidikan itu oleh terdakwa diduga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp21,47 miliar dan 380 ribu dolar AS.
Ismoko didakwa menerima hadiah yang berhubungan dengan kewenangan atas jabatannya.
Menurut penasihat hukum Ismoko, terdakwa saat menjabat Direktur II Eksus Bareskrim Mabes Polri tidak mengetahui penerimaan dana 30 ribu dolar AS dan Rp10 juta dari (waktu itu saksi, sekarang terdakwa) Dicky Iskandardinata yang diserahkan oleh Suharna dan Sudiarto Tampubolon.
Terhadap dakwaan bahwa Ismoko menyetujui untuk tidak melakukan penyitaan terhadap aset PT Gramarindo Group adalah atas permintaan BNI yang dimaksudkan untuk program pemulihan
(recovery).
Sementara untuk dakwaan penerimaan travel cek senilai Rp1,25 miliar dari Direktur Kepatuhan BNI M. Arsjad sebagai biaya operasional Bareskrim Mabes Polri, dan dari jumlah itu Ismoko menerima Rp200 juta, kuasa hukum terdakwa juga menyatakan bantahannya.
"Penerimaan dana itu sebagai ucapan terima kasih dari BNI atas penanganan kasus BPD Bali itu tidak dinikmati secara pribadi oleh terdakwa, tapi untuk operasional Direktorat Ekonomi Khusus Bareskrim yang terdiri atas lima unit kerja dan satu tata usaha," kata Juniver.
Menyinggung mengenai penerimaan Rp15,5 miliar dari Adrian Waworuntu melalui Dicky, Juniver menyatakan kliennya tidak pernah mengetahui maupun menerima dana tersebut.
"Dalam dakwaan tidak disebutkan kapan dan dimana serta bagaimana penerimaan dana Rp15,5 miliar itu oleh terdakwa, " katanya.
Dalam eksepsi itu, kuasa hukum Ismoko menyatakan metode penyidikan perkara L/C fiktif PT Gramarindo Group pada BNI itu adalah metode persuasif.
"Hal itu dilakukan mengingat peliknya kasus itu serta keberadaan tersangka utama di luar negeri sementara tersangka lainnya dalam negeri sehingga dipilih stressing secara persuasif," katanya.
Menyinggung masalah pelanggaran prosedur penahanan Adrian Waworuntu (saat menjadi tersangka, sekarang terpidana seumur hidup) yang tidak dilakukan di rutan melainkan di ruangan kerja penyidik, hal itu dilandasi pemikiran bahwa bila tersangka Adrian ditahan dalam rutan dikhawatirkan akan berkomunikasi dengan tersangka lain dalam kasus L/C fiktif tersebut.
Tim penasehat hukum Ismoko juga menyatakan surat dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sahat Sihombing adalah cacat dan harus batal demi hukum.
Menurut tim yang diketuai Juniver, pada surat dakwaan tertanggal 27 April 2006 itu tertera tanda tangan Sahat Sihombing sementara Sahat sendiri baru menandatangani surat penunjukan dirinya selaku JPU kasus itu dari Kejaksaan per tanggal 28 April.
"Penandatanganan surat dakwaan oleh pejabat yang tidak berhak mengakibatkan surat dakwaan cacat dan harus batal demi hukum," demikian salah satu poin eksepsi itu.
Dalam kesimpulannya, Juniver meminta Majelis Hakim agar menyatakan dakwaan kabur dan batal demi hukum serta tidak melanjutkan pemeriksaan perkara itu lebih lanjut di PN Jakarta Selatan.
Dalam kesempatan itu, Juniver juga menyampaikan surat permohonan pengalihan atau penangguhan penahanan atas kliennya yang oleh Ketua Majelis Hakim Herry Sasongko akan dipelajari sebelum dipertimbangkan lebih lanjut.
Majelis Hakim memberi waktu satu pekan kepada tim JPU untuk menyiapkan tanggapan terhadap eksepsi yang akan dibacakan pada sidang berikutnya, Selasa, 6 Juni.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006