Jakarta (ANTARA) - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan bahwa Indonesia selaku Ketua ASEAN tahun ini berupaya melibatkan berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) Myanmar sebagai bagian dari upaya penanganan untuk menyelesaikan krisis di negara tersebut.

Dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu, Menlu Retno mengatakan bahwa pelibatan para pemangku kepentingan Myanmar itu menjadi sangat penting demi mendorong terciptanya dialog nasional yang inklusif.

“Pelibatan ini dengan berbagai pemangku kepentingan dilakukan sesuai dengan mandat Konsensus Lima Poin,” ujar Retno.

“Dari sisi jumlah pertemuan, maka pertemuan yang dilakukan selama keketuaan Indonesia telah dilakukan dengan sangat intensif,” kata dia menambahkan.

Retno tidak menyebutkan secara detail pihak-pihak mana saja yang telah ditemui. Dia hanya menyampaikan bahwa dalam pertemuan-pertemuan dengan stakeholder di Myanmar, Indonesia terus menyampaikan seruan mengenai pentingnya penghentian tindak kekerasan dan penyalahgunaan kekuatan.

Tak hanya itu, Retno mengatakan bahwa untuk pertama kalinya, Ketua ASEAN juga telah melakukan pertemuan dengan sejumlah utusan khusus, termasuk utusan khusus dari Sekretaris Jenderal PBB serta para utusan khusus dari negara tetangga Myanmar dan negara lainnya.

Hal itu dilakukan untuk mendorong koordinasi dan sinergi sembari terus memperkuat sentralitas ASEAN.

“Dari pertemuan kami dengan semua utusan khusus, tampak bahwa dukungan terhadap keketuaan Indonesia, sentralitas ASEAN, dan Konsensus Lima Poin tampak sangat kuat,” tutur dia.

Baca juga: Kemlu bantah isu kirim jenderal untuk dialog dengan junta Myanmar

Retno menambahkan bahwa Indonesia juga telah memfasilitasi komunikasi dengan berbagai pihak di Myanmar agar ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA Centre) dapat menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada masyarakat yang memerlukannya, tanpa memandang latar belakang suku, agama, dan orientasi politik.

“Dengan fasilitasi Indonesia tersebut, AHA Centre telah berhasil melakukan konsultasi dengan beberapa stakeholder yang sebelumnya belum dapat dilakukan. Dengan demikian terdapat pergerakan mengenai akses yang diberikan kepada AHA Centre,” kata Retno.

Kebutuhan kemanusiaan di Myanmar meningkat di tengah pengetatan operasional untuk organisasi-organisasi kemanusiaan.

Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mencatat sebanyak 17,6 juta orang—hampir sepertiga populasi—diperkirakan membutuhkan bantuan kemanusiaan pada 2023.

Badan tersebut juga melaporkan bahwa dalam dua bulan pertama pada 2023, lebih dari 154.000 orang di Myanmar terpaksa mengungsi dan hidup dalam kondisi tak menentu di kamp-kamp dan tempat-tempat tak resmi, seperti hutan.

Baca juga: Indonesia apresiasi dukungan China untuk Konsensus Lima Poin ASEAN

Baca juga: Uni Eropa dukung ASEAN untuk mengatasi krisis Myanmar

Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
Copyright © ANTARA 2023