Kerangka sampling itu menggunakan teknologi, sudah pakai satelit kerjasama LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), sehingga, populasinya atau luasan total yang di-cover itu luas baku sawah 7,4 hektar itu dipotret dengan satelit
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Suwandi menegaskan bahwa pihaknya selalu menggunakan data dari Kerangka Sampling Area dari Badan Pusat Statistik (BPS) untuk mencatat data produksi beras.
“Kerangka sampling itu menggunakan teknologi, sudah pakai satelit kerjasama LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), sehingga, populasinya atau luasan total yang di-cover itu luas baku sawah 7,4 hektar itu dipotret dengan satelit,” kata Dirjen Suwandi saat Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi IV DPR RI di Jakarta, Selasa.
Satelit KSA tersebut, lanjutnya, mempunyai titik sampling di 220 ribu titik yang dapat memperlihatkan detail kondisi lahan pertanian mulai dari tanaman vegetatif, generatif hingga tanaman dengan potensi gagal panen.
Titik sampling yang tersebar di berbagai provinsi itu juga diamati setiap bulan oleh petugas BPS provinsi, kabupaten maupun kecamatan.
Melalui pantauan satelit dan pantauan langsung petugas BPS yang independen itu, KSA mempunyai dua data. Pertama data final yang akan keluar setelah sebulannya dan yang kedua adalah data perkiraan.
“Misalnya untuk sekarang ini bulan Maret. Jadi angka yang sudah final adalah Januari-Februari dan sebelumnya. Kalau untuk bulan Maret baru selesai mendata, nanti akan keluar tanggal 20 (April),” ujarnya.
Sedangkan untuk data perkiraan merupakan data prediksi yang didapat sebulan sebelum panen terjadi. Misalnya, saat mengecek lahan pertanian di bulan Februari, petugas BPS akan turut mengamati fase pertumbuhan padi.
“Itu dilihat yang sudah kuning-kuning atau generatif. Luasan yang kuning itu, padi generatif itu untuk memprediksi panen Maret. Kemudian untuk bulan April pakai perkiraan itu dari kondisi pertanaman vegetatif yang hijau tapi sudah umur 50 hari 60 hari. Sedangkan untuk melihat Mei, itu dari vegetatif yang masih hijau umur 10 hari sampai 40 hari,” jelasnya.
Terkait penghitungan produktivitas, Suwandi menegaskan bahwa biasanya BPS akan menggunakan angka produktivitas berdasarkan hasil amatan terlebih dahulu. Barulah ketika angka tetap sudah didapatkan akan diterbitkan angka produktivitas yang baru.
“Sehingga, untuk menghitung produksi tahun 2022 yang lalu, itu angka tetap baik produksi produktivitas, metode ubinan itu diumumkan pada 1 Maret kemarin itu final. Tapi angka sebelumnya masih angka sementara. Dari angka itu baru ketemu produksi beras Tanah Air selama 2022 itu luas panennya 10,45 juta hektar, keluar berasnya 31,54. Itu yang angka terakhir itu dan setiap tahun juga begitu,” tegasnya.
“Jadi gimana surplus terus setiap tahun? Betul, surplus itu rumus KSA BPS ini dengan perhitungan berapa diproduksi setahun dikurangi konsumsi setahun, selisihnya itu surplus,” sambung dia.
Baca juga: Komisi IV DPR kritisi validitas data produksi beras Kementan
Baca juga: BPS sebut KSA metode terbaik penghitungan data produksi padi
Baca juga: Pengamat : Polemik data beras baiknya diselesaikan akarnya
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023