Pemangkasan produksi juga akan menghukum penjual short minyak atau mereka yang bertaruh pada penurunan harga minyak.
London (ANTARA) - OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia, pada Minggu (2/4/2023) sepakat untuk memperluas pengurangan produksi minyak mentah menjadi 3,66 juta barel per hari (bph) atau 3,7 persen dari permintaan global.
Pengumuman mengejutkan tersebut membantu mendongkrak harga sebesar 5 dolar AS per barel menjadi di atas 85 dolar AS per barel.
Arab Saudi mengatakan pengurangan produksi sukarela sebesar 1,66 juta barel per hari di atas pemotongan 2 juta barel per hari yang ada dilakukan sebagai tindakan pencegahan yang bertujuan mendukung stabilitas pasar.
Baca juga: Wall Street ditutup beragam, S&P 500 menguat seiring reli saham minyak
Wakil perdana menteri Rusia Alexander Novak mengatakan krisis perbankan Barat adalah salah satu alasan di balik pemotongan tersebut serta "gangguan terhadap dinamika pasar", ungkapan Rusia untuk menggambarkan batasan harga Barat pada minyak Rusia.
Ketakutan akan krisis perbankan baru selama sebulan terakhir telah menyebabkan investor menjual aset-aset berisiko seperti komoditas dengan harga minyak jatuh mendekati 70 dolar AS per barel dari harga tertinggi sepanjang masa di 139 dolar AS pada Maret 2022.
Resesi global dapat menyebabkan harga minyak lebih rendah. Penelitian Redburn mengatakan ukuran pemotongan terbaru mungkin berlebihan kecuali OPEC mengkhawatirkan resesi global yang besar.
Pemangkasan produksi juga akan menghukum penjual short minyak atau mereka yang bertaruh pada penurunan harga minyak.
Kembali pada tahun 2020, Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman memperingatkan para pedagang agar tidak bertaruh besar-besaran di pasar minyak, dengan mengatakan dia akan mencoba membuat pasar gelisah dan berjanji bahwa mereka yang bertaruh pada harga minyak akan "berdebar-debar".
Sebelum pemotongan terakhir, dana lindung nilai telah mengurangi posisi bersih mereka di minyak acuan WTI AS menjadi hanya 56 juta barel pada 21 Maret, terendah sejak Februari 2016.
Posisi long bullish mereka melebihi jumlah short bearish dengan rasio hanya 1,39:1, terendah sejak Agustus 2016.
"Pemotongan terbaru akan sangat merugikan mereka yang bertaruh terhadap minyak," kata seorang sumber yang mengetahui pemikiran OPEC+.
Baca juga: Minyak melonjak, OPEC+ kejutkan pasar dengan pangkas target produksi
Banyak analis mengatakan OPEC+ ingin menempatkan harga dasar di bawah harga minyak di 80 dolar AS per barel, sementara UBS dan Rystad memperkirakan lompatan kembali ke 100 dolar AS.
Namun, harga minyak yang terlalu tinggi menimbulkan risiko bagi OPEC+ karena mempercepat inflasi, termasuk untuk barang-barang yang perlu dibeli kelompok tersebut.
Mereka juga mendorong kenaikan produksi yang lebih cepat dari anggota non-OPEC dan investasi dalam sumber energi alternatif.
Goldman Sachs mengatakan kekuatan OPEC telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir karena respons minyak serpih AS terhadap harga yang lebih tinggi menjadi lebih lambat dan lebih kecil, sebagian karena tekanan pada investor untuk berhenti mendanai proyek bahan bakar fosil.
Washington menyebut langkah terbaru OPEC+ tidak bijaksana. Barat telah berulang kali mengkritik OPEC karena memanipulasi harga dan memihak Rusia meskipun ada perang di Ukraina.
Amerika Serikat sedang mempertimbangkan untuk mengesahkan undang-undang yang dikenal sebagai NOPEC, yang akan memungkinkan penyitaan aset OPEC di wilayah AS jika kolusi pasar terbukti.
OPEC+ telah mengkritik Badan Energi Internasional (IEA), pengawas energi Barat di mana Amerika Serikat adalah donor keuangan terbesar, karena melepaskan stok minyak tahun lalu, sebuah langkah yang dikatakan perlu untuk menurunkan harga di tengah kekhawatiran sanksi akan mengganggu pasokan Rusia.
Baca juga: Rusia: Pengurangan produksi minyak penting untuk jaga harga minyak
Prediksi IEA tidak pernah terwujud, mendorong sumber OPEC+ untuk mengatakan bahwa itu didorong secara politis dan dirancang untuk membantu meningkatkan peringkat Presiden AS Joe Biden.
Amerika Serikat, yang merilis sebagian besar persediaannya, mengatakan akan membeli kembali sebagian minyak pada 2023 tetapi kemudian mengesampingkannya. JP Morgan dan Goldman Sachs mengatakan keputusan AS untuk tidak membeli kembali minyak untuk cadangan mungkin telah berkontribusi pada langkah pengurangan produksi.
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023