yang penting adalah dua hal, yaitu karakter dan kompetensi. Bila harus memilih salah satu, pilihlah karakter"
Jakarta (ANTARA News) - Pakar psikologi sosial politik Abdul Malik Gismar mengatakan Indonesia masih mengalami defisit demokrasi yang ditunjukkan dengan tidak mampunya lembaga demokrasi menyejahterakan rakyat akibat banyaknya masalah serius yang mendera.
"Demokrasi saat ini baru mampu memberikan kebebasan sipil, tetapi lembaga demokrasi yang ada belum mampu menyejahterakan rakyat," kata Abdul Malik Gismar di Jakarta, Rabu, saat berbicara dalam "Chief Editor Meeting" bertema "Mencari Sosok Pemimpin Masa Depan" di Hotel Borobudur, Jakarta.
Pengajar Universitas Paramadina itu mengatakan Indonesia perlu memilih presiden yang optimistis dan memiliki komitmen mengatasi defisit demokrasi dengan berpandangan "more democracy" bukan "less democracy".
"Dalam bahasa Aristoteles, seorang pemimpin harus memiliki `ethos`, `pathos` dan `logos`. Presiden Indonesia harus mampu mempersonifikasikan ethos, pathos dan logos," paparnya.
Ethos, kata dia, adalah karakter moral seorang pemimpin yang menjadi modal mengajak rakyatnya. Menurut dia, banyaknya undang-undang yang tidak sinkron akibat banyaknya persoalan dan tiadanya sosok pemimpin ber-ethos.
Pathos, kata dia, adalah kemampuan pemimpin dalam menyentuh perasaan dan menggerakkan orang secara emosional. Personifikasi dari pathos adalah pemimpin berpandangan optimis dan memberikan harapan kepada rakyat.
Sedangkan logos adalah kemampuan untuk menyampaikan alasan yang tepat terhadap tindakan tertentu dan meyakinkan seseorang secara intelektual rasional. Personifikasi dari logos adalah pemimpin yang memiliki kompetensi dan mengejar keunggulan.
Dia mengatakan sulit mendapatkan ketiga hal itu pada seorang pemimpin.
"Karena itu, mengutip ucapan salah seorang jenderal Amerika, yang penting adalah dua hal, yaitu karakter dan kompetensi. Bila harus memilih salah satu, pilihlah karakter," pungkasnya.
(D018/C004)
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2012