tingginya jumlah kaum lelaki Malaysia yang tidak mampu melunasi hutangnya disebabkan sikap yang senang berhutang jika ada penawaran pinjaman baru.
Kuala Lumpur (ANTARA News) - Hampir 170.000 lelaki warga negara Malaysia sejak tahun 2005 hingga April 2012 dinyatakan bangkrut sehingga gagal melunasi hutang-hutangnya.
Angka riilnya yaitu 169.218 lelaki tersebut merupakan 70 persen dari total keseluruhan individu yang telah dinyatakan bangkrut pada periode sama yang mencapai 241.740 orang, demikian dilaporkan sejumlah media lokal terbitan Kuala Lumpur, Selasa.
Ketua Jabatan Korporat dan Komunikasi Agensi Kaunselling dan Pengurusan Kredit (AKPK), Mohd. Khalil Jamaldin menjelaskan fakta tersebut menunjukkan golongan lelaki di negara ini lebih suka berhutang berbanding golongan perempuan.
Jumlah perempuan warga Malaysia yang dinyatakan bangkrut dalam periode yang sama mencapai 72.522 orang.
Menurut dia, tingginya jumlah kaum lelaki Malaysia yang tidak mampu melunasi hutangnya disebabkan sikap yang senang berhutang jika ada penawaran pinjaman baru.
"Sikap ini ibarat menutup hutang lama dan kemudian menggali hutang yang baru. Akibatnya, hutang yang baru itu tidak akan selesai bahkan bertambah banyak," ungkapnya.
Ironisnya, kata dia, apabila sudah tidak mampu bayar, tanggung jawab untuk membayar hutang itu pun turut hilang. Jadi akhirnya mereka biarkan saja hutang itu seperti orang malas untuk bayar hutang.
Banyaknya persoalan hutang itu juga bisa terlihat dari jumlah mereka yang mengunjungi AKPK. Sampai 31 Oktober 2012, sudah tercatat 202.342 orang yang datang ke AKPK untuk mendapatkan pelayanan pengurusan hutang mereka.
Dari jumlah tersebut sebesar 67,4 persen atau 136.378 orang adalah lelaki dan selebihnya perempuan.
Khalil menjelaskan bahwa golongan lelaki juga tidak mempunyai pengetahuan yang cukup dalam menguruskan keuangan mereka sehingga mengakibatkan hutang yang ditanggung tidak mampu diselesaikannya.
"Walaupun perempuan juga berhutang tetapi mereka lebih pandai dalam menguruskan soal keuangan. Tidak seperti lelaki yang membuat hutang tanpa berfikir panjang," ungkapnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Malaysia, Donald Lim Siang Chai mengungkapkan kasus bangkrutnya perseorangan itu terutama untuk kalangan orang muda Malaysia perlu dilakukan kajian terutama akibat pinjaman untuk kendaraan bermotor.
"Kasus bangkrut terhadap kalangan muda Malaysia dibawah usia 25 tahun semakin meningkat. Kita tidak mau mereka baru dua hingga tiga tahun kerja sudah dinyatakan bangkrut," tegasnya.
Menurut dia, pinjaman untuk kendaraan bermotor menunjukkan kasus kebangkrutan paling tinggi yaitu 25,21 persen, diikuti pinjamanan persendirian 13,15 persen, pinjamanan perumahan 12,31 persen, pinjamanan perniagaan 11,26 persen dan kartu kredit 4,9 persen.
Lim mengatakan Perdana Menteri Najib Tun Razak baru-baru ini juga menyerukan untuk melakukan kajian terhadap akta kebangkrutan 1967 yang dilihat terlalu ketat dan membebankan rakyat.
"Ucapan Perdana Menteri itu adalah tepat. Saya mendukung pemikiran tersebut dan berharap bank ataupun institusi keuangan mencari pinjaman dulu, bukannya seperti sekarang ini yang menempatkan beban tersebut kepada para peminjam sehingga masyarakat peminjam itu dinyatakan muflis (bangkrut)," ungkapnya.
(N004)
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2012