Permasalahan saat ini, data kesehatan di antara fasilitas kesehatan tidak saling terhubung satu sama lain. Selain itu inovasi teknologi kesehatan dalam negeri masih relatif rendah
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia ingin mewujudkan digitalisasi sistem kesehatan dan inovasi teknologi melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan, kata seorang pejabat Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
"Permasalahan saat ini, data kesehatan di antara fasilitas kesehatan tidak saling terhubung satu sama lain. Selain itu inovasi teknologi kesehatan dalam negeri masih relatif rendah," kata Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kemenkes RI Syarifah Liza Munira dalam Sosialisasi RUU Kesehatan di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan substansi pembahasan dalam RUU Kesehatan meliputi penyelenggaraan dan mengintegrasikan sistem informasi kesehatan, menyajikan dan menjamin perlindungan data kesehatan individu yang berkualitas dan terstandar.
Substansi lainnya adalah membangun kerja sama antara klinis, peneliti, dan industri, untuk menciptakan inovasi kesehatan, serta mendorong pemanfaatan teknologi kesehatan, termasuk teknologi biomedis yang terintegrasi.
Liza mengatakan rendahnya inovasi kesehatan berdampak pada tingginya angka importasi hasil teknologi kesehatan, diantaranya impor bahan mentah obat yang mencapai 90 persen per tahun 2019.
Selain itu, lanjutnya, 88 persen transaksi alat kesehatan di katalog elektronik masih berupa impor, serta Produk Domestik Bruto (PDB) untuk riset dan pengembangan pada 2020 baru berkisar 0,3 persen.
"Angka riset dan pengembangan sektor kesehatan di Indonesia masih sangat jauh dari ideal. Kalau dibandingkan Amerika Serikat inovasinya mengeluarkan 3,5 persen dan Singapura 1,9 persen," kata Liza.
Baca juga: Kemenkes: Digitalisasi menghemat biaya rumah sakit hingga Rp2 miliar
Ia mengatakan Kemenkes terus melakukan peningkatan kapasitas dan penguatan serta pemerataan infrastruktur dan teknologi di seluruh Indonesia.
"Kondisi di Indonesia pada 2020, alat-alat kesehatan kami masih 24 unit untuk biotech dan genom sekuensing, kemudian hanya ada di 16 laboratorium di Pulau Jawa," katanya.
Jumlah itu meningkat pada 2022 menjadi 56 unit alat kesehatan biotech dan genom sekuensing yang tersebar di 41 laboratorium regional Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara, serta Maluku dan Papua.
"Kondisi pemeriksaan sekuensing di Indonesia saat awal pandemi COVID-19 cuma satu unit. Tapi dengan tersedianya lab dan biotech, sudah jauh lebih baik, cepat, dan merata," ujarnya.
Liza mengatakan pemanfaatan teknologi kesehatan untuk menyelesaikan permasalahan seperti skrining pencegahan penyakit, diagnosis yang akurat, hingga pengobatan yang tepat.
"Transformasi teknologi kesehatan di Indonesia masih membutuhkan advokasi regulasi terhadap pertumbuhan inovasi," katanya. Misalnya, telemedisin yang membutuhkan aspek hukum dan regulasi, seperti kode etik dan standar profesi.
Internet of Things (IoT) yang membutuhkan kebijakan privasi, bioteknologi membutuhkan aspek kesehatan klinis, rekam medis elektronik membutuhkan standar teknologi, hingga Artificial Inteligence (AI) yang masih membutuhkan kerja sama multi-pihak.
Agenda sosialisasi dan diskusi RUU Kesehatan tersebut turut dihadiri para pakar di bidang alat kesehatan dan praktisi teknologi kesehatan.
Baca juga: Kemenkes ungkap tantangan digitalisasi layanan kesehatan di Indonesia
Baca juga: Kemenkes integrasikan 111 laboratorium dalam SatuSehat pada 2023
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023