Sekretaris Jendral mengulangi seruannya agar semua pihak yang terkait memulai lagi negosiasi dan meningkatkan upaya ke arah perdamaian yang menyeluruh, adil dan abadi, serta mendesak pihak-pihak itu mengendalikan diri dari aksi provokasi."

PBB (ANTARA News) - Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon memperingatkan, Minggu, rencana pembangunan permukiman baru Israel di Yerusalem Timur dan Tepi Barat akan menjadi "pukulan hampir fatal" bagi prospek perdamaian dengan Palestina.

Pengumuman Israel untuk membangun 3.000 rumah baru pemukim di Yerusalem Timur dan Tepi Barat disampaikan setelah Palestina memperoleh pengakuan sebagai negara non-anggota di PBB, lapor AFP.

"Permukiman itu ilegal menurut hukum internasional, dan jika permukiman E1 dibangun, maka itu akan menjadi pukulan hampir fatal bagi sisa peluang untuk mencapai penyelesaian dua negara," kata kantor Ban dalam sebuah pernyataan.

Juru bicara Sekjen PBB itu mengatakan, Ban mengungkapkan "kekhawatiran dan kekecewaan yang dalam" atas upaya pembangunan itu, yang berisiko memutus Yerusalem timur dengan wilayah-wilayah lain Tepi Barat.

"Sekretaris Jendral mengulangi seruannya agar semua pihak yang terkait memulai lagi negosiasi dan meningkatkan upaya ke arah perdamaian yang menyeluruh, adil dan abadi, serta mendesak pihak-pihak itu mengendalikan diri dari aksi provokasi," kata pernyataan itu.

Israel sebelumnya telah berjanji membekukan proyek E1 sebagai bagian dari komitmennya sesuai dengan peta jalan internasional bagi perdamaian yang diluncurkan pada 2003.

Palestina menentang keras proyek itu karena sama saja dengan membelah Tepi Barat menjadi dua bagian, yang membuat rumit pembentukan negara Palestina.

Dalam pemungutan suara pada Kamis di New York, Mejelis Umum PBB menyetujui sebuah resolusi yang mengakui Palestina dalam perbatasan 1967 sebagai sebuah negara pengamat non-anggota di badan dunia tersebut.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah memperingatkan bahwa dengan melangkah ke PBB, Palestina "melanggar" perjanjian-perjanjian terdahulu dengan Israel, seperti Perjanjian Oslo 1993, dan negaranya akan mengambil tindakan yang sesuai.

Perundingan perdamaian terhenti sejak September 2010, dan Palestina mendesak penghentian pembangunan permukiman sebelum kembali ke meja perundingan, sementara Israel menekankan akan melanjutkan perundingan tanpa syarat.

Israel telah lama khawatir bahwa jika Palestina memperoleh status negara non-anggota di PBB, maka mereka akan memburu negara Yahudi itu untuk kasus-kasus kejahatan perang di Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC), khususnya menyangkut permukiman.

Dengan status baru itu, Palestina kini memiliki akses ke sejumlah besar badan PBB, seperti ICC, namun Presiden Palestina Mahmud Abbas menekankan bahwa ia belum berencana mengajukan permohonan ke pengadilan itu. (M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2012