Kami menyita sekitar 13.900 kilogram kalium klorat dari sebuah bis dan menangkap lima orang."
Quetta, Pakistan (ANTARA News) - Pihak berwenang Pakistan hari Minggu menyita hampir 14 ton kalium klorat, bahan penting dalam pembuatan bom, di wilayah baratdaya yang dilanda kekerasan, kata sejumlah pejabat.
Penyergapan dilakukan setelah aparat keamanan memperoleh petunjuk dan menghadang sebuah bis di luar kota Quetta yang mengangkut bahan berbahaya itu, yang disembunyikan di bawah kotak-kotak makanan, kata seorang pejabat paramiliter.
"Kami menyita sekitar 13.900 kilogram kalium klorat dari sebuah bis dan menangkap lima orang," kata Kapten Johar Sarwar dari Korps Pasukan Perbatasan kepada AFP.
"Bahan itu disembunyikan di dalam kantung-kantung di bawah bahan pangan," tambahnya.
Juru bicara Korps Pasukan Perbatasan Murtaza Baig mengkonfirmasi penyitaan itu dan mengatakan, bahan tersebut bisa digunakan untuk membuat bom dan sangat berbahaya, dan hanya diperlukan satu detonator untuk menjadikannya sebagai bahan mematikan.
Bis itu sedang dalam perjalanan menuju kota terpencil Naushki, sekitar 110 kilometer sebelah barat Quetta, katanya, dengan menambahkan bahwa tim penjinak bom didatangkan ke lokasi kejadian untuk melakukan pemeriksaan namun mereka tidak menemukan detonator.
Quetta adalah ibu kota dari Baluchistan, provinsi terbesar namun termiskin di Pakistan. Kekerasan sektarian antara Sunni dan Syiah terjadi di wilayah yang berbatasan dengan Iran dan Afghanistan itu.
Separatis Baluchistan mengobarkan kekerasan sejak 2004 untuk menuntut otonomi politik dan pembagian lebih besar dari kekayaan minyak, gas dan mineral di wilayah yang penduduknya dilanda kemiskinan itu.
Kelompok militan Lashkar-e-Jhangvi (LJ) yang terkait dengan Al Qaida juga mengobarkan serangan-serangan terhadap minoritas Syiah, dan beberapa aparat kepolisian di kota itu menyatakan mereka diancam oleh kelompok tersebut.
Pakistan dilanda serangan-serangan bom bunuh diri dan penembakan yang menewaskan lebih dari 5.200 orang sejak pasukan pemerintah menyerbu sebuah masjid yang menjadi tempat persembunyian militan di Islamabad pada Juli 2007.
Kekerasan sektarian meningkat sejak gerilyawan Sunni memperdalam hubungan dengan militan Al Qaida dan Taliban setelah Pakistan bergabung dalam operasi pimpinan AS untuk menumpas militansi setelah serangan-serangan 11 September 2001 di AS.
Pakistan juga mendapat tekanan internasional yang meningkat agar menumpas kelompok militan di wilayah baratlaut dan zona suku di tengah meningkatnya serangan-serangan lintas-batas gerilyawan terhadap pasukan internasional di Afghanistan.
Para pejabat AS mengobarkan perang dengan pesawat tak berawak terhadap para komandan Taliban dan Al Qaida di kawasan suku baratlaut, dimana militan bersembunyi di daerah pegunungan yang berada di luar kendali langsung pemerintah Pakistan.
Pasukan Amerika menyatakan, daerah perbatasan itu digunakan kelompok militan sebagai tempat untuk melakukan pelatihan, penyusunan kembali kekuatan dan peluncuran serangan terhadap pasukan koalisi di Afghanistan.
Islamabad mendesak AS mengakhiri serangan-serangan pesawat tak berawak, sementara Washington menuntut Pakistan mengambil tindakan menentukan untuk menumpas jaringan teror.
Sentimen anti-AS tinggi di Pakistan, dan perang terhadap militansi yang dilakukan AS tidak populer di Pakistan karena persepsi bahwa banyak warga sipil tewas akibat serangan pesawat tak berawak yang ditujukan pada militan di sepanjang perbatasan dengan Afghanistan dan penduduk merasa bahwa itu merupakan pelanggaran atas kedaulatan Pakistan.
Pesawat-pesawat tak berawak AS melancarkan puluhan serangan di kawasan suku Pakistan sejak pasukan komando AS membunuh pemimpin Al Qaida Osama bin Laden dalam operasi rahasia di kota Abbottabad, Pakistan, pada 2 Mei 2011. (M014)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2012