Jakarta (ANTARA) - Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, menyebut pembentukan Komite Kebijakan Sektor Kesehatan (KKSK) memberi kewenangan yang cukup besar bagi Menteri Kesehatan dalam mengintervensi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
"KKSK sebagai lembaga baru dengan tujuan melakukan koordinasi antarkementerian dan lembaga," kata Timboel Siregar dalam Dialog RUU Kesehatan di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan, KKSK akan diketuai oleh Menteri Kesehatan, yang beranggotakan Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, dan BPJS Kesehatan.
Menurut Timboel, pembentukan lembaga baru tersebut diatur dalam pasal 426 RUU Kesehatan tentang KKSK, sebagai upaya koordinasi lintas kementerian dan lembaga dalam penanganan sejumlah masalah kesehatan.
Menteri Kesehatan sebagai Ketua KKSK, kata Timboel, akan memiliki kewenangan yang cukup besar. Padahal saat ini sudah ada Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan yang melakukan tugas tersebut.
Kabar terkait pembentukan KKSK melalui RUU Kesehatan diperoleh Timboel saat berdialog bersama Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, dalam agenda undangan makan malam, baru-baru ini.
Dalam pertemuan itu, kata Timboel, Menkes Budi telah setuju jika pasal 425 tentang tanggung jawab BPJS Kesehatan kepada Presiden melalui Menteri Kesehatan dihapus dari RUU kesehatan.
Ia mengatakan, dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan harusnya dikelola dan diabdikan bagi peningkatan pelayanan peserta JKN, sebagai bentuk independensi BPJS Kesehatan.
"Jangan sampai dana amanah masyarakat BPJS diintervensi. Jangan sampai dana yang dikumpulkan masyarakat digunakan untuk mengerjakan pekerjaan yang seharusnya dilakukan APBN atau pemerintah," katanya.
Baca juga: Forum dokter tepis biaya urus STR capai jutaan rupiah
Dalam agenda yang sama, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teguh Dartanto mendorong adanya kejelasan antara tugas BPJS sebagai eksekutor dan Kemenkes selaku regulator.
"Jadi tidak offside satu sama lain," katanya.
Ia mengatakan, regulasi yang menjamin upaya promotif dan preventif perlu didorong, di antaranya penambahan skrining kesehatan masyarakat yang saat ini penting direalisasikan.
"Tapi juga apakah ada klausul yang menjelaskan cost efektifnya seperti apa, evidence basednya apa. Itu perlu dipikirkan," katanya.
Baca juga: Menkes apresiasi penangkapan tersangka pembunuh dokter di Papua
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023