... tidak seharusnya tergesa-gesa mengeluarkan alternatif untuk mengganti jalur yang ada... "
Lyon, Perancis (ANTARA News) - Rencana kontroversial pembangunan rel kereta api senilai 26 miliar euro yang menghubungkan Prancis dan Italia akan menjadi pembicaraan inti antara pemimpin kedua negara itu, Senin.
Presiden Prancis, Francois Hollande dan Perdana Menteri Italia, Mario Monti, bertekad untuk maju meskipun mendapat tekanan dari aktivis lingkungan di kedua sisi Alpen atas skema yang mereka bangun.
Kedua pemimpin itu melihat proyek pembangunan tersebut sebagai simbol agenda pro-pembangunan yang mereka promosikan bersama di Uni Eropa. Kesamaan pandangan itu telah menjadikan dua negara itu semakin dekat dalam beberapa dekade terakhir.
Para pendukung rencana itu optimistis bahwa pembangunan rel kereta itu akan mengurangi hingga satu juta truk pengangkut barang yang melintasi jalan antara Italia dan Prancis, seiring beralihnya angkutan transAlpine ke moda kereta api untuk mengurangi emisi karbon dioksida yang mencapai tiga juta ton per tahunnya.
Tetapi rencana pembuatan terowongan baru di bawah pegunungan tertinggi di Eropa itu juga mendapat penentangan.
Sejumlah kritikus menyebutkan rencana itu akan menyebabkan pembengkakan subsidi nasional dan dana Uni Eropa di tengah upaya pengetatan anggaran publik di mana-mana.
Kini rencana itu telah berlangsung selama 21 tahun sejak idenya pertama kali dimunculkan pada pertemuan Prancis-Italia.
Sebelumnya banyak perdebatan tentang keuntungan ekonomi yang akan dihasilkan dari pemangkasan waktu tempuh antara Lyon dan Turin menjadi dua jam itu serta memangkas waktu tempuh Paris - Milan dari tujuh jam menjadi hanya empat jam.
Meskipun kereta pertama saat ini dijadwalkan akan melintas paling cepat pada 2028, sejumlah pejabat Prancis mengakui target itu bisa terlambat seiring keterbatasan dana yang menghambat proyek tersebut.
Terowongan kereta api Mont-Cenis yang kini menghubungkan kedua negara dibangun pada abad ke-19. Lintasan itu dinilai tidak efisien karena dibangun pada ketinggian 1.300 meter dan sebuah lereng. Hal itu berarti dibutuhkan lokomotif pendorong untuk mengangkut kargo berat yang melintasinya.
Sementara rencana terowongan sepanjang 57 kilometer pada ketinggian 500 meter akan lebih mudah diakses.
Proyek itu sendiri tadinya sempat didukung oleh aktivis lingkungan, yang kemudian berbalik menentang. Ratusan aktivis dijadwalkan berkumpul di Lyon untuk menyampaikan pendapatnya.
"Kita harus mulai dengan meyakini bahwa fasilitas yang ada telah digunakan sesuai dengan kapasitasnya," kata seorang konsultan lingkungan regional di Perancis.
Sebagai gambaran, kapasitas terowongan Mont-Cenis saat ini baru 30 persen.
Di Italia, gerakan NO-TAV (Treno Alta Velocita) lebih besar jumlahnya dari demonstran di Prancis. Merka telah memperluas cakupan protesnya dari hanya sekedar memerangi program penghematan yang diberlakukan pemerintahan Monti dalam menjawab krisis hutang zona Eropa.
"Gerakan No-TAV adalah sumber inspirasi bagi setiap aktivis di Italia," kata seorang pemimpin gerakan itu, Giulietto Chiesa.
Para pelaku kampanye itu juga mendapat data dari laporan lembaga pemantau anggaran publik Prancis, Cour de Comptes.
Laporan yang dipublikasikan pada awal November, menyoroti buruknya manajemen, anggaran yang tidak transparan, serta membengkaknya biaya yang berkaitan dengan proyek itu.
"Pemerintah tidak seharusnya tergesa-gesa mengeluarkan alternatif untuk mengganti jalur yang ada," katanya.
Pernyataan itu telah meningkatkan tekanan terhadap Hollande dan Monti untuk menegaskan kembali komitmen mereka terhadap proyek itu, tetapi keduanya tetap melenggang dengan meyakinkan bahwa pembiayaan proyek berjalan sesuai rencana.
Dari jumlah keseluruhan anggaran proyek, sekitar sepertiganya (8,5 miliar euro) dialokasikan untuk pembangunan terowongan, yang merupakan proyek lintas perbatasan sehingga berhak mendapat pendanaan Uni Eropa.
Paris dan Roma tengah menekan agar kontribusi itu dapat mencapai nilai maksimum, yaitu sekitar 40 persennya. Tetapi hal itu tidak memungkinkan seiring ketidakpastian anggaran Uni Eropa pada periode 20014-2020 mendatang, yang belum diputuskan hingga saat ini. Inggris dan Jerman juga menolak adanya peningkatan anggaran yang melebihi tingkat inflasi.
(P012/M016)
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2012