Bagian terbesar dari pembiayaan ini adalah di sektor energi
Badung, Bali (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memperkirakan kebutuhan pembiayaan terkait upaya penanganan perubahan iklim Indonesia mencapai sekitar 281 miliar dolar AS atau setara dengan Rp4.215 triliun.
Kebutuhan tersebut dalam rangka membiayai komitmen Kontribusi Determinan Nasional atau Nationally Determined Contribution (NDC) yang telah diterjemahkan menjadi program, kebijakan, dan proyek.
"Bagian terbesar dari pembiayaan ini adalah di sektor energi," ucap Sri Mulyani dalam acara Ministerial Fireside Chat Seminar on Financing Transition in ASEAN di Kabupaten Badung, Bali, Kamis.
Maka dari itu dalam Presidensi G20 tahun lalu, Indonesia sudah mengumumkan platform Energy Transition Mechanism/ETM yang telah dikembangkan dengan dukungan Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) dan internasional.
Menkeu menjelaskan isu perubahan iklim menjadi perhatian serius di seluruh dunia, tidak terkecuali bagi negara-negara di kawasan ASEAN. Masing-masing negara memiliki komitmen untuk mengurangi emisi CO2 yang kaitannya untuk menangani perubahan iklim melalui NDC.
NDC merupakan dokumen yang memuat komitmen dan aksi iklim sebuah negara yang dikomunikasikan kepada dunia melalui United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).
Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN juga berkomitmen untuk mengurangi emisi CO2 dengan meningkatkan komitmen kontribusi determinan nasional dari sebelumnya 29 persen pengurangan CO2 menjadi 31,89 persen jika menggunakan upaya dan sumber daya sendiri pada tahun 2060.
Adapun jika digabungkan dengan upaya dan dukungan global, komitmen Indonesia turut meningkat dari 41 persen pengurangan CO2 menjadi 43,2 persen pada periode yang sama.
Sri Mulyani menekankan, Indonesia melakukan upaya dalam penanganan perubahan iklim secara komprehensif. Selain melalui transisi penggunaan energi, Pemerintah Indonesia juga mengesahkan regulasi yang mengatur pembentukan pasar karbon dan memperkenalkan pajak karbon.
Pemerintah pun menggunakan regulasi fiskal seperti tax holiday, tax allowance, dan pengecualian pajak pertambahan nilai (PPN) atau bea masuk untuk semua yang terkait dengan sektor energi terbarukan dan berupaya menghentikan penggunaan batu bara.
“Kami mencoba mengatasi masalah ini melalui semua mekanisme yang ada seperti regulasi, instrumen, kolaborasi, serta mekanisme pasar dan nonpasar,” ucap dia.
Baca juga: Tren pembiayaan hijau jadi upaya untuk mitigasi perubahan iklim
Baca juga: Bappenas sebut pembiayaan ketahanan iklim masih tertinggal
Baca juga: OJK : Pembiayaan iklim dan pengentasan kemiskinan berjalan beriringan
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023