Rakyat Kazakhstan pada Minggu (19/3) mendatangi tempat-tempat pemungutan suara (TPS) untuk memilih 98 anggota majelis rendah parlemen (Mazhilis) serta 3.415 anggota badan perwakilan daerah (maslikhats).
Pemilihan legislatif ini merupakan yang kesembilan kalinya digelar di Kazakhstan sejak negara itu menyatakan kemerdekaan dari Uni Soviet pada 1991, dan merupakan pemilihan dini pertama Mazhilis sejak 2016.
Pemilu 19 Maret juga menandai tahap akhir dalam siklus pembaruan politik di Kazakhstan, yang dimulai dengan pemilihan presiden pada November 2022 dan pemilihan senat awal tahun ini.
Pemilihan legislatif tahun ini dianggap pemerintah sebagai perkembangan melegakan dalam reformasi transformatif dan mengamendemen konstitusi, terutama setelah negara itu pada Januari 2022 dilanda kerusuhan pasca-kenaikan harga elpiji.
Menurut otoritas setempat, kerusuhan itu menewaskan 238 orang, termasuk 19 polisi dan tentara.
Wakil Menteri Luar Negeri Kazakhstan Roman Vassilenko kepada para wartawan asing yang berkunjung ke Astana, pekan lalu, mengatakan pemilu 19 Maret merupakan perpanjangan tekad Presiden Tokayev untuk mendorong kemajuan reformasi dan demokrasi menuju "Kazakhstan yang Adil".
Amendemen konstitusi yang dilaksanakan Kazakhstan setelah referendum nasional pada Juni 2022 mengantarkan negara itu menuju berbagai prinsip demokrasi baru, termasuk parlemen yang lebih berpengaruh, dan kekuasaan presiden yang terbatas.
Pemilihan kali ini mengusung beberapa aturan baru, antara lain ambang batas partai untuk masuk Mazhilis dikurangi dari tujuh menjadi lima persen, sehingga memudahkan partai oposisi untuk masuk ke parlemen.
Selain itu untuk pertama kalinya sejak 2004, model campuran proporsional-mayoritas digunakan dalam pemilihan Mazhilis.
Artinya, 30 persen anggota diambil dari distrik dan 70 persen dipilih secara proporsional dari daftar partai.
Dengan demikian, 29 dari 98 anggota Mazhilis diambil dari daerah-daerah pemilihan mandat tunggal, sementara 69 lainnya dipilih dari daftar partai di bawah model perwakilan proporsional dari satu daerah pemilihan nasional.
Ada tujuh partai politik yang bersaing pada pemilu 19 Maret 2023 itu.
Mereka adalah Partai AMANAT, Partai Patriotik Demokratik Rakyat Auyl, Partai Republika, Partai Rakyat Kazakhstan, Partai Baitak, Partai Demokratik Ak Zhol Kazakhstan, dan Partai Sosial Demokratik Nasional.
Hal baru yang juga diterapkan pada pemilihan legislatif tahun ini adalah kolom pilihan "menentang semua" pada surat suara. Para pemilih bisa menconteng opsi tersebut kalau mereka tidak mau memilih satu pun kandidat yang ada dalam daftar.
Menurut Komisi Pemilihan Umum Kazakhstan (CEC), sekitar 12 juta warga di antara total 19,2 juta penduduk negara itu dinyatakan berhak memberikan suara pada pemilihan parlemen 19 Maret.
Pemantau
Untuk memastikan keterbukaan dan transparansi selama kampanye pemilu dan hari pemungutan suara, Kazakhstan juga mengundang ratusan pemantau internasional.
Wamenlu Vassilenko mengungkapkan ada sekitar 800 pengamat internasional serta 250 jurnalis asing yang memantau pelaksanaan Pemilu Kazakhstan pada 19 Maret.
Duta Besar RI untuk Kazakhstan M. Fadjroel Rachman berada di antara para pemantau internasional yang pada hari pemungutan suara 19 Maret berkeliling ke tempat-tempat pemungutan suara.
Secara umum, Fadjroel melihat pemilihan legislatif tahun ini merupakan bagian dari reformasi menuju "Kazakhstan baru", terutama dengan adanya pembatasan masa jabatan presiden hanya satu periode --selama tujuh tahun.
"Itu sebenarnya yang merupakan kunci dari perubahan politik di sini, ketika mereka memutuskan bahwa presiden hanya bisa satu kali masa jabatan," ujarnya.
Soal pemilihan Mazhilis, ia juga menyoroti alokasi 30 persen anggota yang dipilih melalui distrik-distrik beranggota tunggal.
"Itu betul-betul baru. Kalau di kita 'kan tidak ada single-mandate, semuanya dari partai, kecuali kasus DPD," katanya.
Sementara itu menyangkut hari pemungutan suara, salah satu kesan yang ia dapatkan dengan mengunjungi sejumlah TPS di Astana dan sebuah kota di kabupaten Akmola adalah suasana berbeda yang tercipta.
"Di TPS ada musik, sangat ramai di sini," kata Fadjroel di Astana. Ini kali kedua dirinya menjadi pemantau internasional, setelah juga menjalankan kegiatan serupa saat pemilihan presiden Kazakhstan pada November 2022.
Menurut Fadjroel, suasana di TPS-TPS mirip dengan saat pilpres 2022.
"Perbedaannya adalah bahwa orang terlihat memerlukan cukup banyak waktu untuk mempelajari apa yang harus dipilih, karena jumlah kandidat cukup banyak. Saat pilres 'kan hanya enam kandidat," ujarnya.
Fadjroel juga mengamati foto-foto para kandidat yang bersaing.
"Gayanya bebas tapi rapi, tidak kaku. Ada perempuan yang memegang rambutnya yang dijuntaikan ke depan, ada laki-laki yang jasnya ditaruh di pundak, ada yang berfoto di depan kursi rodanya. Bebas tapi rapi," katanya.
Transparan, gembira
Para pemantau internasional menganggap pemilihan parlemen 19 Maret berjalan secara terbuka dan adil, serta sesuai dengan standar internasional, sehingga diyakini akan mengantar Kazakhstan ke era baru demokrasi.
"Pemilihan berlangsung secara transparan dan kompetitif dengan standar yang diakui internasional," ujar Sadi Javarof, kepala misi pemantau dari Organization of Turkic States, saat konferensi pers di Astana.
"Tim kami mengunjungi lebih dari 30 tempat pemungutan suara, tidak menemukan masalah serius. Selamat, semoga membawa kesejahteraan bagi Kazakhstan," ujarnya.
Duta Besar Palestina untuk Kazakhstan Montasyr Abuzeid mengatakan sudah lima kali berpartisipasi sebagai pemantau internasional dalam berbagai pemilihan di Kazakhstan, memberikan pandangan serupa.
"Kami tidak melihat ada pelanggaran, orang-orang memberikan suara dengan rasa senang, tidak ada tekanan. Di TPS tidak ada polisi satu pun, suasananya tenang, orang-orang menikmati," ujar Abuzeid, yang mengatakan berkunjung ke lebih dari 20 TPS.
"Semoga suasana ini juga yang berlaku di negara-negara lain," ujarnya.
Sementara itu, anggota parlemen Inggris Daniel Robert Kawczynski menggarisbawahi betapa pelaksanaan pemungutan suara berlangsung dalam suasana yang menyenangkan.
Di beberapa TPS, ada penampilan para warga bernyanyi dan memainkan instrumen. Ada juga yang memutar lagu-lagu disko.
Suasana seperti itu, katanya, berbeda dengan yang terasa di Inggris.
"Orang-orang di sana (Inggris) lebih kelihatan serius. Di sini, orang-orang berfoto, ada juga yang membawa anak-anaknya," tutur Kawczynski.
Ia juga menilai pelaksanaan pemungutan suara yang berlangsung pada Minggu (hari libur) sebagai langkah yang bagus. "Jadi tampaknya akan lebih banyak yang datang," katanya.
Selain itu, ia mengamati bahwa di setiap TPS yang dikunjunginya ada dokter yang disiagakan jika sewaktu-waktu ada kejadian darurat.
"Saya sangat terkesan. Hal-hal itu akan saya bawa (Inggris) agar dapat direkomendasikan. Saya sebenarnya belajar banyak dari Kazakhstan," katanya.
Beberapa saran juga diberikan oleh sejumlah pemantau, antara lain oleh Misi Pemantau Internasional Independen dari Amerika Serikat, untuk lebih membangun demokrasi dan masyarakat sipil di Kazakhstan.
Dalam pernyataannya, misi AS tersebut menyarankan agar kesempatan lebih luas diberikan kepada para kandidat dari kalangan muda serta perempuan.
Partai-partai politik juga diimbau untuk menjalankan upaya lebih menyeluruh di daerah-daerah perdesaan.
Dan yang penting, kata misi itu juga, baik pemerintah maupun parlemen, harus berupaya keras untuk mendapatkan kepercayaan penduduk, yang sebagian kemungkinan masih skeptik soal agenda reformasi dan tidak yakin bahwa suara mereka berpengaruh.
Misi AS itu menyimpulkan bahwa pemilihan parlemen tersebut menandai langkah berikutnya bagi demokrasi dan reformasi politik Kazakhstan.
Dari hasil percakapan dengan para pemilih, kata tim tersebut, optimistis menuju perkembangan demokrasi di Kazakhstan menjadi salah satu kesan utama yang terangkum.
"Demokrasi kami masih pemula, tapi sudah datang."
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023