London (ANTARA) - Junta militer Myanmar membubarkan partai politik pimpinan Aung San Suu Kyi beserta 39 partai lainnya karena tidak mendaftarkan diri untuk ikut serta dalam pemilihan umum mendatang, sebagaimana laporan media pemerintah Myanmar pada Selasa (28/3).
Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) adalah satu dari puluhan parpol parlemen yang sangat dilemahkan setelah terjadinya kudeta militer Myanmar terhadap pemerintahan Suu Kyi pada 2021, serta gerakan penumpasan oposisi setelahnya oleh junta.
Pemilu yang waktu pelaksanaannya belum diumumkan tersebut akan berlangsung di tengah meluasnya krisis di Myanmar, di mana junta militer harus menghadapi pasukan gerilya dari kelompok etnis minoritas dan gerakan perlawanan antijunta.
Dalam siaran langsung pada Selasa, televisi pemerintah Myawaddy TV menyatakan 63 partai telah mendaftarkan diri baik pada otoritas pusat maupun daerah, sementara 40 parpol lainnya dibubarkan karena gagal mendaftar sampai tenggat yang diberikan.
Baca juga: Inggris berlakukan sanksi terhadap pemasok junta Myanmar
Pemilu tersebut diperkirakan akan dimenangi oleh Partai Solidaritas dan Pembangunan Uni (USDP), partai proksi militer yang kalah terhadap NLD pada pemilu 2015 dan pemilu 2020, sehingga memicu kudeta militer setelah adanya klaim kecurangan di pemilu.
Suu Kyi, penerima Nobel Perdamaian, adalah salah satu di antara pimpinan NLD yang dipenjara sejak kudeta tersebut. Ia juga telah divonis penjara selama 33 tahun karena sejumlah tuduhan antara lain korupsi dan pelanggaran rahasia negara.
Tun Myint, seorang pejabat tinggi NLD, menyatakan partainya tidak akan mendaftar untuk ikut pemilu ketika banyak anggotanya dipenjara dan terlibat dalam gerakan antijunta.
"Tidak peduli apakah mereka menyatakan partai kita bubar atau tidak, kami akan terus berdiri dengan sokongan rakyat," kata Tun Myint kepada Reuters.
Baca juga: AS bertekad tingkatkan sanksi terhadap junta Myanmar
Sementara itu, Pemerintahan Persatuan Nasional (NUG), pemerintah tandingan yang telah dinyatakan oleh junta sebagai organisasi teroris, menegaskan otoritas militer tidak punya wewenang menggelar pemilu yang akan menjadi tipuan belaka.
"Partai politik yang menghormati keinginan rakyat tidak akan mendaftar (untuk pemilu itu)," kata juru bicara NUG Kyaw Zaw.
Pada Senin (27/3), pemimpin junta Min Aung Hlaing menyerukan agar para pengkritik mancanegara dapat menyokong rencana pemulihan demokrasi di negaranya.
Baca juga: Junta Myanmar desak negara asing dukung usahanya pulihkan demokrasi
Pemilu tersebut akan mengembalikan sistem demokrasi semi-sipil di Myanmar, yang menurut para ahli akan dapat dikendalikan militer setelah NLD dibubarkan.
Pembagian kekuasaan berdasarkan konstitusi Myanmar menjamin militer mendapatkan tiga kursi menteri, seperempat kursi parlemen, dan suara dalam menentukan presiden terpilih.
Penasihat senior International Crisis Group, Richard Horsey, menyatakan pemilu tersebut akan membahayakan Myanmar.
"Mayoritas penduduk benar-benar menolak ikut pemilu yang akan melegitimasi kontrol militer atas politik, dan kita bisa jadi akan melihat kekerasan meningkat jika rezim mencoba memaksa rakyat memilih, sementara kelompok perlawanan berusaha mengganggu pemilu itu," kata Horsey, yang pernah tinggal di Myanmar selama 15 tahun.
Sumber: Reuters
Penerjemah: Nabil Ihsan
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2023