Jangan-jangan pemerintah sendiri yang enggak siap untuk membuat Undang-undang Perampasan Aset.
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR RI Wihadi Wiyanto mendorong Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk melakukan penelusuran aset.
"Banyak aset milik obligor yang tercecer selama lebih dari 20 tahun. Dari tanah yang awalnya hanya kebun, sekarang sudah menjadi real estate," kata Wihadi Wiyanto dalam diskusi di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.
Wihadi Wiyanto pun mempertanyakan apakah Satgas BLBI sudah melakukan pendataan mengenai aset-aset obligor.
Salah satu obligor yang diketahui belum melunasi kewajibannya kepada pemerintah itu adalah Lydia Muchtar dan Atang Latief, pemilik Bank Tamara (Tamara Center).
Berdasarkan pengumuman Satgas BLBI di media cetak nasional, keduanya akan dipanggil Satgas BLBI untuk dimintai untuk melunasi kewajiban mereka kepada negara pada tanggal 30 Maret 2023.
"Aset-aset negara ini berarti tidak dirampas, artinya hanya dijaminkan, tetapi jaminan hanya tempatnya saja, sertifikatnya tidak ada. Kalau ini terjadi, kita dorong mengenai Undang-Undang Perampasan Aset," katanya.
Diskusi digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI dengan mengangkat tema Menakar Efektivitas Kinerja Satgas BLBI.
Baca juga: Anggota Komisi III DPR nilai dasar hukum Satgas BLBI tidak kuat
Baca juga: Anggota DPR: Lakukan "asset tracing" demi kembalikan dana BLBI
Selain Wihadi Wiyanto, hadir anggota Komisi XI DPR RI Mokhamad Misbakhun dan pengamat ekonomi Segara Institute Piter Abdullah Redjalam.
Menurut Wihadi Wiyanto, Undang-undang Perampasan Aset ini perlu didorong sehingga apa yang menjadi aset BLBI bisa dirampas oleh Negara dengan harga yang mungkin sudah berkali-kali lipat.
"Jangan-jangan pemerintah sendiri yang enggak siap untuk membuat undang-undang itu," ujarnya.
Anggota Komisi XI DPR RI M. Misbakhun mengatakan bahwa para obligor merupakan orang-orang yang membuat negara ini hampir bangkrut. Banyak obligor juga tidak tersentuh oleh penegakan hukum, mereka pada gilirannya masuk dalam daftar orang kaya di Indonesia saat ini.
"BLBI memang punya sejarah panjang, sejarah panjangnya sampai sekarang. Akan tetapi, ujungnya masih belum diketahui. Penyelesaiannya seperti apa terhadap aset-aset yang dikuasai oleh Pemerintah," katanya.
Hal itu juga disampaikan Misbakhun dalam rapat kerja Komisi XI DPR RI dengan Ketua Satgas BLBI yang juga Direktur Jenderal Kekayaan Negara (Dirjen KN) Rionald Silaban.
Ia mempertanyakan sejauh mana penelusuran aset oleh Satgas BLBI, khususnya apakah aset yang sekarang dikuasai obligor dan bisa kembali kepada pemilik lama melalui berbagai skema.
Sementara itu, dalam Master Settlement And Acquitition Agreement (MSAA) dan Master Refinancing and Note Issuance Agreement (MRNIA), lanjut dia, tidak diperbolehkan segala macam cara mengembalikan aset kepada pemiliknya.
"Satgas BLBI harus tegas, tegas dalam artian melakukan asset tracing," katanya.
Pelacakan aset (asset tracing), kata dia, adalah aset yang sudah disita oleh Negara, kemudian dijual kembali. Keberadaannya tidak dikuasai kembali oleh pemilik lamanya, baik itu aset yang bersifat produktif maupun aset yang bersifat tetap atau aset yang lain, termasuk hak-hak penguasaan
Pewarta: Fauzi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023